Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Banten menyatakan dukungan dan berjanji akan menyosialisasikan program pengobatan gratis dengan menggunakan e-KTP bagi warga miskin di Provinsi Banten.
“Sebenarnya, program ini sangat sejalan dengan permintaan Presiden RI, Joko Widodo dalam rapat terbatas (Ratas) yang digelar presiden pada tanggal 9 November 2016. Pada Ratas itu Presiden minta agar pemerintah daerah itu ikut berperan dalam berbagi beban soal jaminan kesehatan masyarakat atau Jamkesmas. Pengobatan gratis pake e-KTP adalah salah satu cara membagi beban tersebut,” kata Sirojudin Al-Farisy, Sekretaris KNPI Provinsi Banten kepada MediaBanten.Com, Minggu (11/3/2018) seusai menghadiri pernikahan M Soleh, salah satu pengurus KNPI Banten di Jawilan yang dihadiri Gubernur Banten, Wahidin Halim.
Menurut Sirojudin, program Gubernur Banten, Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy merupakan respon dari fakta bahwa ada 2 juta warga miskin di Banten yang tidak terlayani oleh program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Padahal setiap tahun, Pemprov Banten menyediakan anggaran Rp100 miliar untuk program iuran program jaminan sosial bagi fakir dan miskin.
“Iuran bantuan jaminan sosial itu sudah diatur dalam Undang-undang No.30 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No.40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial, UU No.24 tahun 2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial serta peraturan pemerintah (PP) No. 101 tahun 2012 tentang penerima bantuan iuran jaminan kesehatan. Jadi setiap tahun Pemprov sudah melaksanakan UU dan peraturan pemerintah,” kata Sirojudin.
Baca: Elemen Masyarakat Dukung Gubernur Banten Soal Pengobatan Gratis Pake E-KTP Warga Miskin
Namun faktanya, kemampuan BPJS Kesehatan, khususnya di wilayah Banten tidak mampu melayani seluruh warga miskin. Terbukti, masih ada 2 juta warga miskin yang tidak bisa dilayani BPJS Kesehatan. “Jika Pemprov Banten mengikuti aturan BPJS, berarti Pemprov harus menyediakan dana Rp600 miliar setahun untuk membayar premi selama 12 bulan. Belum tentu, uang itu semua digunakan untuk berobat dalam waktu setahun. Ini tidak adil dan yang terpenting Pemprov tidak memiliki uang sebanyak itu hanya untuk membayar premi BPJS, masih ada program pembangunan yang harus dilaksanakan yang membutuhkan dana besar juga,” ujarnya.
Tidak terlayani 2 juta warga miskin oleh BPJS Kesehatan ini menimbulkan masalah bagi Pemprov Banten. Sebab pemprov mengemban amanah urusan pemerintah wajib sesuai pasal 12 ayat 1 point b, kesehatan dalam Undang-undang No.23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Amanat serupa diemban Pemprov Banten dalam Undang-undang No.30 tahun 2009 tenteng kesehatan mulai pasal 4, pasal 14, pasal 20, pasal 170 hingga pasal 173. Dalam pasal-pasal itu dijelaskan, kesehatan merupakan hak setiap warga negara dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk merencanakan, mengalokasikan anggaran, menyelenggarakan, monitoring dan evaluasi kesehatan.
Karena itu, Gubernur Banten dan Wakilnya berkeinginan agar Pemprov Banten membayar uang pengobatan pada saat warga miskin itu sakit. Jika tidak sakit, pemprov tidak perlu membayar iuran ke BPJS Kesehatan. “Harusnya BPJS Kesehatan fair dan lebih bersifat terbuka. Sebab dalam undang-undang, BPJS memiliki tugas utama untuk menyelenggarakan jaminan sosial kesehatan. Jangan karena tidak mampu, lalu Pemprov Banten dipaksa untuk membayar uang sebanyak itu,” ujarnya.
Menurut Sekretaris KNPI Banten, jika manajemen BPJS Kesehatan lebih terbuka dan akomodatif, maka keinginan Pemprov Banten hanya membayar uang pengobatan saat warga miskin sakit bisa diterapkan dan dilaksanakan. “Jangan kaku seperti itu, kan ada mekanisme yang bisa diatur dan disepakati bersama tanpa harus melabrak undang-undang dan peraturan. Yang penting tugas utama BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara jaminan sosial kesehatan bisa dilaksanakan. Jangan karena enggak mampu, malah menyalahkan pihak lain,” katanya.
Sirojudin mengingatkan BPJS dengan hasil Ratas Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 November 2016. Dalam kesempatan itu, Presiden minta dirumuskan kebijakan yang memberikan insentif dan disinsentif pada pemerintah yang mengambil peran dalam menyelesaikan kesehatan di daerah, termasuk tindakan preventif dan promotif. “Saya harapkan BPJS Kesehatan juga turut memperbaiki manajemen pelayanan, penataan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang transparan dan akuntabel,” pesan Presiden seperti yang dikutip Sekretaris KNPI Banten dari web setkab.go.id.
Presiden bahkan mengajak jajaran pemerintah membahas mengenai kemungkinan BPJS kesehatan diberikan semuanya pada daerah dan manajemennya, pengawasannya tetap berada di pusat. “Ini untuk juga memudahkan mengontrol karena kalau setiap tahun ada kenaikan yang sangat tinggi untuk kekurangan anggarannya saya kira hal-hal itu kalau diteruskan juga akan memberatkan kita,” tutur Presiden.
Rapat terbatas itu dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. (Adityawarman)