Advetorial

Hari Hepatitis Sedunia, Dinkes Banten: Tantangan Bagi Pelayanan Kesehatan

Hari Hepatitis Sedunia (World Hepatitis Day) diperingati tanggal 28 Juli setiap tahunnya oleh WHO (World Health Organization), juga sebagai hari ulang tahun Dr. Baruch Blumberg yang menemukan virus hepatitis B pada tahun 1967.

Tema Hari Hepatitis Sedunia 2022 adalah , “Membawa perawatan hepatitis lebih dekat dengan Anda”, atau Bringing hepatitis care closer to you.

Tema ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang perlunya menyederhanakan dan menyediakan perawatan hepatitis ke fasilitas kesehatan primer, tempat berbasis komunitas dan lokasi di luar lokasi rumah sakit, sehingga perawatan lebih dekat dengan komunitas dan masyarakat, misalnya puskesmas.

Dalam rangka memperingati Hari Hepatitis Sedunia, Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti, bahwa peringatan pada HHS 2022 inipun, mengusung tema global tahun 2022.

Tema itu adalah “Bringing Care Closer to You-Hepatitis Can’t Wait’ Sedangkan tema Nasional adalah “Mendekatkan Akses Layanan Hepatitis Karena Hepatitis Tidak Bisa Menunggu”.

“Saya kira, peringatan Hari Hepatitis ini merupakan penghargaan dunia terhadap dr. Baruch Samuel Blumberg, seorang ilmuwan Amerika Serikat yang menemukan vaksin hepatitis B pada tahun 1967, dan hari lahirnya tanggal 28 Juli 1925 diperingati secara global,” ungkap Ati Pramudji Hastuti, Rabu (27/7/2022).

Tak sampai di situ, kata Ati Pramudji Hastuti, memperingati HHS tahun 2022 tersebut, disambut baik oleh Direktorat Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI yang mengeluarkan lembar fakta terkait pencegahan dan pengendalian hepatitis selama kurun waktu 2021-2022.

Kata Ati Pramudji Hastuti, Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang disebabkan umumnya oleh virus.

Di antaranya beberapa virus, virus hepatitis B dan hepatitis C dengan keluaran klinis Hepatitis akut, serta kronik merupakan virus hepatitis yang menimbulkan permasalahan kesehatan masyarakat terbesar di Indonesia.

“Inipun prevalensi hepatitis B dan C pada populasi umum yaitu masing-masing 7,1 persen dan 1 persen, berdasarkan Riskesdas 2013,” jelasnya.

Ati Pramudji Hastuti mengakui, Hepatitis yang sudah akut dapat sembuh secara spontan dan membentuk kekebalan terhadap penyakit tersebut.

Sedangkan, hepatitis kronik adalah infeksi yang bertahan dalam darah hingga lebih dari enam bulan.

Namun, lanjut Ati Pramudji Hastuti, di Indonesia sendiri, penularan hepatitis B terbesar terjadi secara vertikal melalui ibu dengan hepatitis B kepada bayi. Bahkan 95 persen bayi yang tertular tesebut menjadi hepatitis B kronik dikemudian hari.

“Nah, karena besarnya permasalahan penularan secara vertikal ini, maka kebijakan pencegahan dan pengendalian hepatitis B diprioritaskan pada pencegahan penularan secara vertikal. Dengan melakukan deteksi dini hepatitis B pada semua ibu hamil di trisemester 1 kehamilannya, serta ditindaklanjuti dengan upaya pencegahan penularan ke bayi yang dilahirkan,” tuturnya.

Berdasarkan data di Banten, Tahun 2021 pemeriksaan hepatitis B telah dilaksanakan di 8 kabupaten atau kota, dengan tercapai 58,9 persen dari target 90 persen jumlah ibu hamil yang diperiksa hepatitis B tahun 2021 sebanyak 144.639 ibu hamil.

Bahkan bayi yang lahir dari ibu HBsAg reaktif harus mendapatkan HB0 dan HBIg kurang dari 24 jam setelah kelahiran.

Tatalaksana selanjutnya dari bayi yang lahir dari ibu hepatitis tersebut adalah pemberian imunisasi lanjutan sesuai dengan program imunisasi nasional pada usia 2, 3 dan 4 bulan.

Data itupun, berlanjut pada evaluasi upaya pencegahan penularan. Dari 586 bayi diperiksa sebanyak 572 bayi (98,2 persen) HBsAg non reaktif, yang artinya sebanyak 1,8 persen bayi yang lahir dari ibu HBsAg reaktif masih tetap positif hepatitis B.

Dari data di atas menunjukkan masih adanya tantangan dalam pelaksanaan layanan hepatitis di Indonesia, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini hepatitis, pemeriksaan diagnosis hepatitis sampai mengakses pengobatan DAA secara lengkap dan tepat waktu, dan akses diagnosis.

Kemudian, pengobatan yang masih terpusat di ibu kota provinsi. Hal yang harus dilakukan untuk pencegahan hepatitis, adalah deteksi Dini Hepatitis.

Jika berisiko tertular hepatitis, mengikuti program pengobatan DAA secara lengkap dan melakukan pemeriksaan kesembuhan untuk mengetahui status akhir pengobatan. (Advetorial Dinas Kesehatan Banten)

Back to top button