Bahaya Jika Pancasila Diklaim Milik Dan Penafsir Dari Kelompok Tertentu
Pancasila harus dimiliki semua, bukan sekadar klaim milik kelompok tertentu. Sebab Pancasila sebagai ideologi negara menjadi faktor terbesar Indonesia tetap solid bersatu.
Fahira Idris, Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengingatkan, tidak boleh terjadi sekelompok orang yang menganggap paling Pancasila dan paling berhak menafsirkan nilai-nilai Pancasila. Cara ini diyakini akan menimbulkan kegaduhan dan mengancam kebersamaan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
“Berbahaya jika ada orang, sekelompok orang, apalagi organisasi atau lembaga yang menganggap dirinya paling Pancasialis sementara yang lain kurang atau tidak Pancasialis,” kata Fahira saat acara sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, di Kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Minggu(10/6/2018).
Menurut Fahira, arogansi yang menganggap dirinya paling Pancasila akan menjadi sumber kegaduhan dan benih perpecahan dan ini tidak boleh dibiarkan. Dan ia mengungkapkan perdebatan soal Pancasila sudah selesai sehari setelah republik Indonesia berdiri (18 Agustus 1945).
Seharusnya rakyat sudah merasakan kekuatan kelima sila Pancasila terutama sila yang terkait keadilan sosial. Pancasila memang harus diamalkan segenap rakyat, tetapi negara dalam hal ini pemerintahlah yang punya sumber daya untuk mempercepat terwujud kelima sila tersebut.
Baca: Tidak Punya KTP-El, Pemilih Masih Bisa Coblos di Pilkada Kota Serang
“Saat ini Pancasila lebih banyak diteriakkan dari pada diimplementasikan. Ada kesan Pancasila dijadikan milik kelompok tertentu saja. Kalau seperti ini terus, kapan rakyat merasakan kekuatan kelima sila Pancasila dalam kehidupannya sehari-hari,” kata Fahira.
Anggota DPD RI dari DKI Jakarta ini mengungkapkan kekecewaan atas ketidakmampuan Pemerintah menjelaskan kepada rakyat kenapa harus mendirikan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang saat ini sedang ramai menjadi sorotan.
“Pemerintah kurang sigap menjelaskan ke publik apa guna lembaga ini. Apa out put dan out come-nya. Ada persoalan serius apa yang dihadapi bangsa ini sehingga kita butuh badan pembinaan ideologi? Semua itu tidak terjawab,” tegasnya.
Wakil Kepala BPIP Haryono mengatakan sebagai lembaga yang dipercaya pemerintah mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila, BPIP tidak ingin ada dominasi pemaknaan Pancasila oleh kelompok atau sisi pemerintah semata. “Kami ingin semua pihak memiliki pemaknaan yang sama akan Pancasila, bukan hanya makna dari satu kelompok saja atau kekuatan penguasa saja,” kata Haryono kepada wartawan.
Haryono mengungkapkan BPIP tidak ingin mengulangi kesalahan Orde Baru, dimana pemaknaan Pancasila hanya milik penguasa melalui lembaga BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Untuk menghindari pemaknaan Pancasila hanya dari sudut penguasa, BPIP menggali praktek nilai Pancasila di masyarakat. Sehingga pemaknaan Pancasila bukan dari sisi kekuatan politik tapi dari praktek-praktek sehari-hari di masyarakat, yang sesuai dengan Pancasila.
“Kalau kita mengundang kelompok tertentu atau kelompok politik untuk memaknai Pancasila, maka cenderung akan terus berpolemik. Apalagi politisi kita yang negarawan semakin sedikit. Maka kami tidak mau larut memaknai Pancasila mengikuti kelompok tertentu,” jelasnya. (Republika.co.id/ Iman Nur Rosyadi)