Bank Banten sedang membutuhkan dana untuk menyehatkan dirinnya sendiri. Apakah Bank Banten yang semula bernama Bank Pundi saat ini dalam keadaan “sakit”?
Tidak ada penjelasan resmi soal kondisi kesehatan Bank Pembangun Daerah Banten atau disebut Bank Banten. Namun Gubernur Banten, Wahidin Halim telah bertemu dengan Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, Suprajarto di Gedung BRI 1 Jalan Jenderal Sudirman Kv 44-46, Semanggi, Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Dalam siaran pers Diskominfo Banten yang diterima MediaBanten.Com, Minggu (12/8/2018) disebutkan, pertemuan itu untuk membicarakan kebutuhan suntikan modal untuk Bank Banten. Apakah pertemuan Gubernur Banten dengan Direktur Utama BRI ini mengindikasikan atau menjawab pertanyaan soal kondisi tidak sehatnya Bank Banten?
Selain membicarakan penyehatan Bank Banten, Gubernur membicarakan nota kesepahaman (MoU) antar Pemprov Banten dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang telah disepakati berkaitan dengan roda pembangunan, pemerintahan dan pelayanan.
Pemprov Banten saat ini fokus pada pembiayaan urusan wajib dan peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis, infrastruktur dan program pembangunan lainnya. “Pertemuan dengan Dirut BRI adalah salah satu upaya Gubernur Banten dalam menyehatkan Bank Banten, sebelumnya Pemprov Banten juga telah mengirimkan surat untuk meminta pendapat dan rekomendasi dari KPK terkait hal ini,” demikian ditulis dalam siaran pers Diskominfo Banten.
Baca: Wagub MInta BPN Rampungkan Sertifikasi Lahan Sekolah Milik Pemprov
Menurut Gubernur, persoalan Bank Banten sebagai bank Pembangunan Daerah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari sejumlah pihak, karena keberadaan BPD dinilai harus dapat menjadi instrumen bagi peningkatan pembangunan ekonomi di daerah. Salah satu Indikasinya adalah tingginya penempatan dana BPD dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang umumnya berasal dari Pemerintah Daerah (Pemda) dan dana Pemda (APBD) tersebut sebagian merupakan dari alokasi dari APBN.
Wacana Divestasi
Sebelumnya, muncul desakan agar Pemprov Banten melakukan divestasi alias penjualan sahamnya di Bank Jabar Banten (BJB) yang kini tercatat sekitar 5,3% atau kalau dirupiahkan mencapai Rp1,12 triliun. Dari saham itu, setiap tahun Banten menerima deviden berkisar Rp60 miliar-Rp80 miliar pertahun. Desak itu muncul Ketua DPRD Banten, Asep Rahmatulloh yang menyebutkan, wacana divestasi itu muncul saat Pj Gubernur Banten, Nata Irawan.
Komisaris Bank Banten, Mediawarman dan Direktur Utama Bank Banten, Fahmy ke sejumlah media mengemukakan, setidaknya Bank Banten membutuhkan suntikan modal Rp600 miliar. Jika saham Pemprov Banten d BJB jadi dijual sebanyak 50%, kebutuhan dana itu tercukupi dan Bank Banten akan menjadi sehat.
Namun wacana divestasi saham Pemprov Banten di BJB menimbulkan sejumlah keraguan, di antaranya apakah Bank Banten sanggup memberikan deviden yang sama, bahkan diharapkan lebih dari deviden yang diberikan BJB. Jika tidak sanggup, berarti Pemprov Banten akan kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) dari pos pendapatan lain-lain yang sah yang selama ini cukup besar masuk ke kas daerah.
Keraguan lainny adalah sesungguhnya Bank Banten sedang menderita “sakit” apa ketika diambilalih (take over) menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Banten? Jajaran komisaris maupun direksi Bank Banten tidak pernah mengumumkan secara transparan kondisi riil bank tersebut. Manajemen hanya menyatakan butuh suntikan dana untuk menyehatkan Bank Banten.
Sebenarnya, Pemprov Banten merencanakan berencana menyuntikan dana Rp900 miliar untuk Banten Banten. Dari jumlah itu, Bank Banten sudah menerima Rp428 miliar, termasuk untuk pembentukan (take over) bank saat Gubernur Banten dijabat Rano Karno. Dalam konteks ini, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Dirut PT Banten Global Development (BGD) dan Wakil Ketua DPRD Banten serta sejumlah pejabat lainnya dalam kasus suap pembentukan Bank Banten.
Ketika Wahidin Halim dan Andika Hazrumy menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur Banten terdapat alokasi dana Rp100 miliar untuk penyertaan modal Bank Banten. Alokasi dana ini dicoret Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Keterangan yang diperoleh menyebutkan, Gubernur Banten mengambil langkah lain untuk memenuhi kebutuhan modal bagi Bank Banten yang sedang “sakit”, yaitu berkerja sama dengan Bank BRI.
Hingga naskah ini diupload, belum diketahui apa hasil dari pembicaraan Gubernur Banten dengan Dirut BRI tersebut yang menurut siaran pers Diskominfo Banten membicarakan modal bagi Bank Banten. Skema atau langkah strategis apa yang diambil untuk “menyelematkan” bank dari kondisi kesehatannya tersebut. (Iman Nur Rosyadi)