Diskon Gratis Ongkir Dibatasi, E-Commerce Tetap Bebas Subsidi?

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial. Salah satu yang menjadi sorotan ialah pembatasan gratis ongkir (Ongkos Kirim).
Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah pembatasan pemberian diskon ongkos kirim oleh perusahaan kurir maksimal tiga hari dalam sebulan, khususnya jika tarif setelah diskon berada di bawah biaya pokok layanan.
Direktur Pos dan Penyiaran Komdigi, Gunawan Hutagalung, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan menjaga persaingan usaha yang sehat di industri logistik dan mencegah praktik perang harga yang dapat merugikan pelaku usaha kecil serta pekerja kurir.
“Kita ingin persaingannya sehat. Di situ kita akan melihat dan memonitoring supaya persaingannya fair dan sehat,” ujar Gunawan, dikutip dari berbagai media, Senin (19/5/2025).
Namun, Komdigi menegaskan bahwa aturan ini tidak membatasi promosi gratis ongkir yang diberikan oleh platform e-commerce.
Selama subsidi ongkir berasal dari e-commerce dan bukan dari perusahaan kurir, maka tidak ada pembatasan.
“Kalau e-commerce memberikan subsidi ongkir sebagai bagian dari promosi, itu hak mereka sepenuhnya. Kami tidak mengatur hal tersebut,” kata Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah.
Dampak terhadap Industri dan Konsumen
Pembatasan diskon ongkir oleh kurir ini menuai beragam tanggapan. PT Pos Indonesia menyambut baik kebijakan tersebut, menilai bahwa regulasi ini penting untuk menciptakan iklim usaha yang sehat bagi seluruh pelaku industri kurir, pekerja, dan pelanggan.
Namun, beberapa pengamat ekonomi digital menyoroti potensi dampak negatif terhadap konsumen.
Kepala Center Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras berpendapat bahwa pembatasan ini dapat menimbulkan distorsi pasar dan membebani konsumen dengan kenaikan harga yang tidak proporsional.
“Akibat distorsi ini konsumen bisa terbebani dengan kenaikan harga yang tidak proporsional,” ungkap Izzudin.
Selain itu, pembatasan ini diperkirakan akan mengurangi akses masyarakat terhadap barang-barang yang dijual di platform e-commerce, terutama bagi konsumen di wilayah luar perkotaan dan luar Pulau Jawa.
Hal ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan menyulitkan mereka untuk berbelanja secara daring.
Pemerintah menyatakan akan terus memantau implementasi kebijakan ini dan membuka ruang evaluasi bersama pelaku industri untuk memastikan keberlanjutan sektor e-commerce nasional.
Editor: Abdul Hadi