Pemerintahan

Ikhsan: Tunjuk Plt Kepala OPD Jelang Ganti Pimpinan Untuk Kelanjutan Layanan Publik di Banten

Penunjukkan pelaksana tugas atau Plt Kepala OPD atau Organisasi Perangkat Daerah menjelang pergantian kepemimpinan adalah praktik umum untuk memastikan Keberlanjutan layanan publik, bukan indikasi ketertutupan.

Demikian dikemukakan Ikhsan Ahmad, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Jumat (21/2/2025), menanggapi pro dan kotra penunjukan sejumlah Plt Kepala OPD menjelang berakahirnya jabatan Pj Gubernur Banten, Ucok Abdul Rouf Damenta.

Aplagi, terpilihnya Gubernur baru periode 2025 – 2029, yakni Andra Soni dan Dimyati tentu saja melahirkan semangat baru dan oprimisme baru yang tidak mungkin dirusak oleh birokrasi itu sendiri, apa lagi di awal-awal pemerinthan.

“Oleh karen itu kita perlu mengedepankan prinsip objektivitas dan kepatuhan hukum. Bukan praduga yang bermuatan hal-hal negative dengan agenda politik tertentu,” katanya.

Terkait adanya Plt OPD yang baru saja ditunjuk, katanya, memang merupakan pemberian tugas yang berdasarkan surat penugasan atau surat perintah tugas (SPT), bukan berdasarkan Surat Keputusan (SK).

Hal ini sejalan dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pasal 34 yang mengatur bahwa penugasan ASN dapat dilakukan secara fleksibel untuk menjamin kelancaran tugas pemerintahan. Setiap ASN yang diberikan tugas harus selalu siap ditempatkan di mana saja.

Kemudian Surat Edaran Kepala BKN No. 2 /SE /VII /2019 tentang Pelaksana harian (Plh) dan Pelaksana tugas (Plt) dalam aspek kepegawaian mengakomodir penunjukkan PLT dalam situasi transisi, asalkan memenuhi syarat kompetensi dan kepangkatan.

“Proses ini tidak melanggar merit system, karena PLT yang ditunjuk adalah ASN dengan kepangkatan minimal IV/B (Pembina Tingkat I), sesuai hierarki jabatan struktural. Penunjukkan PLT bersifat sementara dan tidak menghilangkan prinsip kompetensi,” kata Ikhsan Ahmad.

Ikhsan juga mengatakan, tuduhan bahwa penunjukkan PLT dilakukan secara sembunyi-sembunyi, juga dinilai tidak berdasar dalam tata kelola birokrasi karena dilakukan secara terbuka dan terkoordinasi.

Hal ini dapat diakses publik melalui portal transparansi pemerintah atau permohonan informasi sesuai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

PLT yang ditunjuk adalah ASN dengan kepangkatan IV/B, yang secara hierarkis memenuhi syarat untuk menjabat sebagai kepala OPD.

Kriteria ini sesuai dengan Peraturan BKN No. 1 Tahun 2023 tentang Pengisian Jabatan Struktural, yang menetapkan kepangkatan minimal untuk jabatan eselon II/III.

Pengalaman kerja dan rekam jejak kinerja para PLT telah diverifikasi oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebagai lembaga yang berwenang.

“Dengan demikian, tuduhan bahwa penunjukkan PLT “melanggar merit system” keliru, karena proses ini tetap mengacu pada kompetensi dan hierarki birokrasi,” ujarnya.

“Sebagai Kepala BKD, Nana Supiana bertindak sesuai kewenangan hukum. Tidak ada pelanggaran prosedur dalam penunjukkan PLT, karena mekanisme SPT telah sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Ikhsan Ahmad.

Katanya, tuduhan “mendukung praktik transaksional” bersifat spekulatif dan tidak disertai bukti empiris. Tuduhan adanya “agenda gelap” di balik penunjukkan PLT bersifat tendensius dan tidak didukung data konkret.

Penunjukkan PLT bertujuan untuk menjaga stabilitas birokrasi selama masa transisi, memastikan tidak terjadi vakum jabatan, memfasilitasi kepemimpinan baru dengan menyiapkan infrastruktur administrasi yang lengkap.

Kaktanya, kritik terhadap kinerja birokrasi adalah bagian dari dinamika demokrasi, namun harus disampaikan secara proporsional dan berbasis fakta.

Sehingga tuduhan pelanggaran prinsip good governance perlu dikaji ulang secara objektif. “Sebagai akademisi, saya mendorong semua pihak untuk menghindari narasi kontraproduktif dan fokus pada solusi kolaboratif guna memperkuat tata kelola pemerintahan di Banten,” katanya. (Iman NR)

Iman NR

Back to top button