Hukum

Kejati Banten Terima Berkas Dugaan BBM Oplosan di SPBU Ciceri

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menerima pelimpahan berkas perkara dan barang bukti kasus dugaan BBM oplosan jenis Pertamax di SPBU Ciceri, Kota Serang.

Dalam pelimpahan tahap dua yang dilakukan pada 19 Juni 2025, jaksa turut menerima tambahan satu tersangka baru bernama Deden.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten, Rangga Adekresna dalam keterangannya di Kota Serang, Selasa, mengatakan, saat ini jaksa tengah menyusun surat dakwaan terhadap ketiga tersangka yang segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Serang.

“Pelimpahan tahap dua dilakukan pada 19 Juni 2025. Jaksa saat ini tengah menyusun dakwaan untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Serang,” kata Rangga.

Deden diketahui berperan sebagai penyuplai bahan bakar minyak (BBM) oplosan kepada pengelola SPBU. Ia disebut menjual BBM tanpa dokumen resmi yang diterimanya dari seorang berinisial DH di Jakarta.

“Dia (Deden) perannya menjual, mengenai kapan ditetapkannya kami tidak tahu. Hanya menerima pelimpahan,” jelas Rangga.

Kasus ini pertama kali terungkap setelah beredar video viral di media sosial pada Maret 2025 yang memperlihatkan pengendara motor mendapati bahan bakar berwarna hitam pekat usai mengisi di SPBU Ciceri.

Dalam penyelidikan diketahui bahwa pengelola SPBU Nadir Sudrajat memerintahkan pengawas SPBU, Aswan alias Emon untuk membeli BBM oplosan seharga Rp10.200 per liter dari Deden, lalu mencampurkannya dengan Pertamax asli dalam tangki timbun SPBU. BBM tersebut kemudian dijual ke masyarakat seharga Rp12.900 per liter.

“Pelaku tidak membeli dari Pertamina Patra Niaga, melainkan dari pihak lain tanpa dokumen. Lalu mencampurkannya agar menyerupai Pertamax,” ungkap Wakil Direktur Kriminal Khusus (Wadirkrimsus) Polda Banten AKBP Bronto Budiono dalam konferensi pers sebelumnya.

Hasil uji laboratorium Pertamina menunjukkan bahwa titik didih akhir (Final Boiling Point/FBP) BBM oplosan tersebut melebihi ambang batas yang ditetapkan. Hasil uji yang diterima pada 5 April 2025 mencatat FBP sebesar 218,5, padahal batas maksimal menurut BPH Migas adalah 215.

“BBM oplosan ini berpotensi merusak mesin kendaraan, seperti mogok, overheating, dan munculnya kerak dalam mesin,” jelas Bronto.

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar. (Pewarta : Devi Nindy Sari Ramadhan – LKBN Antara)

Iman NR

Back to top button