Kerusakan DAS Ancaman Bagi Waduk Karian dan Sindangheula
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rekonvasi Bhumi mengingatkan pemerintah untuk memperbaiki daerah aliran sungai (DAS) Ciujung dan DAS Cibanten. Jika tidak, keduanya akan mempengaruhi masa pakai Waduk Karian dan Sindangheula, terutama akibat sedimentasi yang semakin tinggi.
“Jangan sampai apa yang terjadi pada Waduk Gajah Mungkur terulang. Persoalannya kan ada di DAS,” kata NP Rahadian, Direktur Eksekutif LSM Rekonvasi Bhumi yang dihubungi MediaBanten.Com, Selasa (23/3/2021).
Waduk Gajah Mungkur diresmikan tahun 1981, namun masa pakainya semakin pendek. Para ahli memerkirakan umurnya tinggal 26 tahun dari 95 tahun yang direncana. Ini disebabkan sedimentasi sekitar 3 juta m3 per tahun.
Sedimentasi ini mengendap di reservoir, mengurangi layanan untuk air pertanian, masyarakat dan kebutuhan pembangkit listrik. Sedimentasi ini disebabkan DAS mengalami kerusakan akibat penggunaan lahan.
Waduk Karian berada di Kabupaten Lebak dengan biaya pembangunan mencapai Rp1,07 triliun. Sedangkan Waduk Sindangheula di Kabupaten Serang dengan biaya Rp407 miliar. Kedua waduk itu dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kami sudah menyampaikan kepada Kapala BBWSC3 agar mendeliniasi dan menetapkan kawasan tangkapan air Waduk Karian maupun Sindangheula, lalu dilakukan treatment secara teratur agar nasibnya tidak seperti Gajahmungkur yang umurnya lebih pendek dari yang direncanakan,” katanya.
Baca:
Waduk Sindangheula berada di DAS Cibanten dengan nama Sungai Cibanten. Sungai ini berhulu di Gunung Karang (Panadeglang) dan bermuara di Teluk Banten, Kota Serang. “Potensi sedimentasi di DAS ini sangat besar karena kondisnya harus dilakukan treatment,” kata NP Rhadian.
Menurut penelitian dari Untirta, di bagian hulu, air sungai ini digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mandi dan cuci. Namun di sepanjang sungai ini juga ditemukan kegiatan antropogenik seperti permukiman, penambangan pasir, rumah sakit, hotel, pertanian, peternakan dan industri kecil. Sedangkan di hilir sungai ini juga ditemukan Pelabuhan Ikan Nusantara, pengolahan ikan, pertambakan dan sebagainya.
Waduk Sindangheula berada di Kabupaten Serang telah diresmikan Presiden RI, Joko Widodo pada 4 Maret 2021. Presiden mengharapkan, Bendungan Sindangheula menyediakan air baku bagi daerah-daerah industri yang berkembang di Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon.
“Bendungan ini mampu menyediakan air baku hingga 0,80 meter kubik per detik, ini sudah dimulai digunakan oleh provinsi separuhnya 0,40 meter kubik per detik,” tuturnya.
Selain itu, bendungan ini juga bermanfaat untuk pengendalian banjir dengan mereduksi banjir 50 meter kubik per detik dari sungai-sungai yang biasanya meluap, seperti Sungai Ciujung dan Sungai Cidurian.
Sedangkan Waduk Karian berada di DAS Ciujung, sub DAS Ciberang. Kondisi DAS Ciujung tidak berbeda jauh dengan DAS-DAS yang berada di Provinsi Banten. Kegiatan permukiman, pertanian, peternakan dan sebagainya menjadi sebab sedimentasi yang terus meningkat. Bahkan di DAS ini beberapakali terjadi banjir bandang akibat air yang turun drastis dari hulu ke hilir.
Bendungan Karian bisa mengendalikan banjir Sungai Ciberang sebesar 60,80 juta meter kubik. Sungai Ciberang pada pekan lalu meluap dan menimbulkan banjir serta longsor di enam kecamatan, yaitu Cipanas, Lebakgedong, Sajira, Curugbitung, Maja, dan Cimarga.
Selain berfungsi mengendalikan banjir, Bendungan Karian bakal menjadi sumber air baku di sembilan kota/kabupaten di Banten dan Jakarta.
“Untuk mengalirkan air baku ke daerah-daerah tersebut diperlukan pembangunan pipa air sepanjang 47,90 kilometer untuk melayani lebih dari 5 juta jiwa,” ujar Basuki melalui siaran pers, Kamis (9/1/2020).
Bendungan karian mulai dibangun pada Oktober 2015. Pembangunan bendungan yang menelan biaya Rp1,30 triliun ini dikerjakan oleh joint operation (JO) Daelim Industrial Co. Ltd.; PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (IN Rosyadi)