HeadlineOpiniSeni Budaya

Peradaban Tiga Zaman di Kota Serang Yang Terancam Hilang

Oleh : Mukoddas Syuhada *)

Sejak tahun 2000, Kota Serang ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Banten. Salah satu yang mendasari penetapannya adalah karena Kota Serang merupakan kota tempat peradaban 3 zaman berada, yaitu zaman Kerajaan Hindu, Kesultanan Banten dan Kolonial Belanda.

Zaman Kerajaan Hindu yang merupakan bagian dari Kerajaan Padjadjaran dengan Rajanya bernama Prabu Pucuk Umun lokasinya berada di Banten Girang, sekitar Sempu. Zaman Kesultanan Banten dengan Maulana Hasanuddin sebagai Sultan Banten pertama membangun pusat Kesultanannya di sekitar Muara Cibanten pesisir Teluk Banten yang sekarang selalu disebut Banten Lama. Zaman Kolonial Belanda, membangun pusat kotanya diantara Banten Girang dan Muara Cibanten, sekarang masuk dalam wilayah Kelurahan Kota Baru Kecamatan Serang.

Untuk Zaman Kerajaan Hindu, tidak banyak artefak yang ditemukan atau memang belum digali secara optimal. Sedangkan untuk Zaman Kesultanan Banten, banyak artefak-artefak yang telah ditemukan meskipun masih banyak lagi yang harus digali, bahkan ada beberapa bangunan yang masih bisa dinikmati meskipun tidak utuh seperti Masjid Pecinan, Istana Surosowan, Masjid Agung Banten, Tasikardi, Pengindelan, Kanal, Jembatan Rante, Istana Kaibon dan lain-lain. Zaman Kolonial Belanda, artefak yang baru diketemukan adalah gorong-gorong saluran air bawah tanah dari alun-alun, pasar lama sampai Cibanten. Sedangkan bangunan dan kawasan yang masih bisa dinikmati adalah alun-alun, eks Pendopo Keresidenan Banten, Perkantoran Kabupaten Serang, Kantor Polsekta Serang, Gereja, Rumah Dinas dan lain-lain.

Selama menjadi Ibu Kota Provinsi, kepedulian Pemerintah baik itu dari Kota Serang maupun dari Provinsi Banten (apalagi dari Pusat) terhadap Peradaban 3 Zaman tersebut sangatlah kurang dan cenderung abai. Kerinduan akan bangkitnya kembali kejayaan Banten Masa Kesultanan itu begitu besar, salah satunya adalah keinginan untuk merevitalisasi Kawasan Kesultanan Banten yang biasa disebut Banten Lama. Dan harapan itu datang pada saat Wahidin Halim dan Andhika terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.

Baca: Firdaus: Pemprov dan Pemkot Serang Berani Sekali Revitalisasi Kawasan Banten Lama Tanpa Dasar Hukum

Dalam salah satu gebrakan 100 harinya, revitalisasi Banten Lama menjadi target yang diutamakan. Namun sayang, niat baik merevitalisasi Banten Lama itu tidak disertai dengan Pedoman Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya. Puluhan bahkan ratusan milyar dana yang digelontorkan tahap pertama hanyalah menghasilkan penataan yang menghilangkan makna Revitalisasi.

Begitu pun dengan Alun-Alun Kota Serang. Di akhir masa jabatan sebagai Walikota Serang 2 periode, Pak Jaman melakukan seremoni peletakkan batu pertama Pembangunan Masjid Agung Kota Serang di Alun-Alun Barat. Jika ini benar-benar terjadi, maka akan dipastikan Kota Serang menghilangkan makna sebagai Kota Madani atau Kota yang Beradab. Cukup sudah Bangunan Makodim yang menjadi Ramayana, saya dan tentunya masyarakat yang tergabung dalam Forum Peduli Kota Serang (FPKS) tidak ingin jejak-jejak sejarah Peradaban di Kota Serang ini dihilangkan atas nama Pembangunan, Janji-Janji dan program kerja.

Khusus untuk Revitalisasi Banten Lama, ini pendapat saya mengapa rancangan Revitalisasi Banten Lama ini salah secara substansi, lepas dari kontroversi pelanggaran proses pelaksanaan konstruksinya.

1. Banten Lama memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, karena :

  • Di penghujung abad ke 16, Banten merupakan Kawasan Pusat Peradaban Islam yang tinggi dan berwibawa dengan unsur yang dominan sebagai landmarknya adalah Masjid Agung Banten dan Istana Surosowan. Selain itu, ditunjang juga oleh Sistem Pengairan dan Pengolahan Air Bersihnya yang sampai saat ini belum dapat ditiru.
  • Merupakan contoh tata kota Islam dan arsitektur yang menggabungkan langgam budaya Hindu, Budha dan Islam.
  • Memiliki peninggalan paling lengkap sebagai Kota Pelabuhan dan Perdagangan Internasional dengan penduduknya yang multi kultural.

2. Peninggalan fisik yang menunjukkan tinggi dan berwibawanya Peradaban Kesultanan Banten adalah :

  • Masjid Pecinan.
  • Masjid Agung Banten.
  • Alun-Alun.
  • Istana Surosowan.
  • Menara Masjid Agung Banten.
  • Gedung Tiamah.
  • Jembatan Rante.
  • Istana Kaibon.
  • Klenteng.
  • Benteng Speelwijk.
  • Pelabuhan Karangantu dengan sarana dok dan pergudangannya.
  • Waduk Tasikardi dengan saluran serta instalasi penyaringannya.
  • Gerabah.
  • ampung-Kampung yang disesuaikan dengan mata pencahariannya.
  • Kanal untuk transportasi dan perdagangan.

3. Sebagai tempat dengan Sejarah dan Nilai Peradaban yang sangat tinggi, Banten Lama hendaklah dipelihara dan dilestarikan untuk generasi kini dan yang akan datang. Pembangunan di Banten Lama hendaklah dilakukan dengan sangat berhati-hati agar tidak mengubah susunan dan struktur ruang yang menyimpan nilai-nilai sejarah tersebut di butir 1-2.

4. Pembangunan di Banten Lama yang dilakukan oleh Pemkot Serang dan Pemprov Banten, itu bukan Revitalisasi, karena menghilangkan susunan dan struktur ruang serta mengubah karakter Kawasan Kesultanan Banten Abad 16 yang justru merupakan keunikan Banten Lama dan warisan yang sangat berharga dan tak tergantikan. Hal inilah yang merupakan kesalahan mendasar konsep pembangunan Banten Lama.

5. Dari progress pembangunan yang sedang berjalan itu, alih fungsi sawah menjadi terminal, betonisasi kanal, perkerasan Alun-Alun Banten dengan material marmer/granit dan pemasangan payung-payung seperti di Masjid Nabawi sangat a-historis dan merusak karakter Masjid Agung Banten, tidak seharusnya ada di Banten Lama yang merupakan peninggalan terlengkap tata kota Masa Kesultanan Banten abad 16. Itu seperti taman-taman modern yang bisa dibangun di mana saja tapi tidak di Banten Lama. Bentuk-bentuk itu mengaburkan pengetahuan generasi yang akan datang tentang tata kota masa itu yang hanya bisa dilihat di Banten Lama.

Saya dan FPKS sangat mendukung Pembangunan Masjid Agung Kota Serang, tapi lokasinya bukan di tengah Alun-Alun Barat Kota Serang.

Kami pun sangat setuju dengan ide merevitalisasi kawasan Banten Lama, tetapi tidak dengan mengubah susunan dan struktur ruang yang langka, bernilai dan tak tergantikan. Masih banyak cara untuk menghidupkannya kembali sambil tetap memelihara keasliannya.

Jika pembangunan tersebut tidak di evaluasi, maka 2 Peradaban di Kota Serang itu tidak akan bisa lagi dinikmati oleh generasi yang akan datang. (*)

 

*) Mukoddas Syuhada adalah Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Provinsi Banten

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button