Hukum

Pold Banten Dorong Solusi Tambang Ilegal Jadi Legal dengan Penetapan WPR

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Banten mendorong solusi menyeluruh untuk menangani praktik tambang ilegal di wilayah Banten, melalui penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sehingga aktivitas pertambangan masyarakat dapat berlangsung secara legal.

Hal itu disampaikan Dirreskrimsus Polda Banten Kombes Pol Yudhis Wibisana dalam Focus Group Discussion (FGD) lintas sektoral bertema penegakan hukum dan solusi tambang ilegal milik masyarakat.

“Pertambangan ilegal masih menjadi tantangan serius di wilayah hukum Polda Banten. Melalui FGD ini, kita ingin menyamakan persepsi terkait regulasi, pengelolaan, hingga solusi konkret agar aktivitas pertambangan dapat berjalan sesuai ketentuan,” kata Yudhis di Kota Serang, Kamis.

Ia menjelaskan bahwa forum diskusi tersebut mempertemukan pemerintah daerah, kementerian, lembaga teknis, dan masyarakat adat yang selama ini berhadapan langsung dengan persoalan pertambangan di lapangan.

Fokusnya adalah memperjelas kerangka hukum, memperbaiki tata kelola, serta membuka jalan legal bagi masyarakat yang turun-temurun menggantungkan hidup dari pertambangan.

Salah satu titik pembahasan ialah upaya mendorong percepatan penetapan WPR. Melalui WPR, masyarakat dapat memperoleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan tidak lagi terjebak dalam praktik tanpa perizinan yang berisiko hukum maupun lingkungan.

“Legalitas pertambangan rakyat harus dikejar, tetapi tetap memegang prinsip kelestarian lingkungan dan hukum yang berlaku,” ujar Yudhis.

Ditreskrimsus Polda Banten mencatat 25 kasus pertambangan ilegal telah ditindak sepanjang 2025. Yudhis menyatakan bahwa penindakan tersebut merupakan bagian dari upaya menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan kepastian hukum.

“Penegakan hukum tetap dilakukan, tetapi pendekatan kolaboratif menjadi prioritas untuk mencari solusi yang paling berpihak kepada masyarakat,” katanya.

Forum tersebut juga membahas larangan aktivitas tambang di kawasan hutan konservasi serta kewajiban pemerintah daerah untuk memastikan pengajuan WPR sesuai regulasi.

Peserta FGD mencakup Dinas ESDM, PUPR, KLH, DPMPTSP, perangkat daerah kabupaten/kota, Perhutani, Balai TNGHS, masyarakat adat Kasepuhan, serta tokoh masyarakat. Narasumber berasal dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan DLHK Banten.

FGD merekomendasikan dua langkah utama yakni menghentikan seluruh aktivitas pertambangan tanpa izin, serta mendorong pengajuan WPR untuk memberi dasar penerbitan IPR. Yudhis menegaskan bahwa kepolisian siap mengawal koordinasi tersebut.

“Kami mendorong semua pihak, terutama pemerintah daerah dan masyarakat, untuk bersama-sama mencari solusi terbaik,” katanya.

Polda Banten berharap sinergi lintas institusi dapat menciptakan tata kelola pertambangan yang berkelanjutan dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, sekaligus menekan praktik pertambangan ilegal yang berpotensi merusak lingkungan. (Pewarta : Devi Nindy Sari Ramadhan – LKBN Antara)

Iman NR

Back to top button