Opini

Saling Guyub dan Rukun, Jangan Tinggal Kisah Sejarah

Saling guyub dan rukun tidak boleh hanya tinggal kisah sejarah, dimana masyarakat Indonesia dan kegemilangan masyarakat Nusantara di masa lalu terkenal guyub.

OLEH: Dr NANA SUPIANA *)

Guyub dan rukun adalah gambaran kebersamaan, tidak ada kebencian, adanya kehidupan toleransi yang tinggi, saling mengerti, saling peduli dan mau bergotong royong.

Saat ini, saatnya berpikir untuk memperkuat rasa guyub ke dalam masyarakat karena dalam perkembangannya sudah mulai memudar.

Banyak faktor mengapa saling guyub dan rukun semakin memudar.

Pertama, banjir informasi dalam kemajuan teknologi informasi, tak terbendung, membawa arus informasi yang baik dan yang tidak baik, sampai informasi hoax, maka respond dan penyikapan atas informasi tersebut membuat keterbelahan.

Kedua, dimensi politik yang nyaris menjadi panglima di setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, membuat polarisasi yang bukan saja meluliuhlantakkan saling guyub dan rukun tetapi juga kesatuan dan persatuan bangsa. Dalam konteks politik, fanatisme menjadi gejala yang mengemuka dan segala-galanya.

Ketiga, fenomena life style di hampir setiap segmentasi kehidupan masyarakat, seperti di lingkaran kekuasaan, APH, ekonomi, sosial dan budaya membuat ketimpangan dan kemiskinan semakin lebar. Menimbulkan sensitifitas eksplosif yang dapat meledak kapanpun.

Saling guyub dan rukun sebagai bagian dari pembentukkan cita-cita inklusifitas pembangunan yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945 pun terabaikan.

Bagai telur dan ayam, mana yang lebih dulu diperbaiki, mentalitas para pemimpin atau masyarakatnya, kendati keduanya memiliki korelasi koreksi fariabel yang independen.

Sebagai kontribusi pemikiran ke depan, sebaiknya saling guyub dan rukun turut menjadi bagian dari konsolidasi demokrasi yang dilakukan, baik pada wilayah kontestasi yang perlu berorientasi pada aspek partisipatif maupun pada tingkat pengelolaan pendidikan nasional dengan mengedepankan moralitas dan integritas untuk membangun masyarakat dalam kepentingan menjaga nasional interest.

Bangsa ini, bangsa yang besar dan berkali-kali mampu bertahan dari berbagai krisis dan persoalan multidimensi.

Karena itu, jangan pernah menyerah untuk selalu optimis menggelorakan gotong royong sebagai sistem dasar kemasyarakatannya.

Artinya, di tengah pesimisme terhadap sistem dan nilai kekuasaan yang terdistorsi berbagai hal yang destruktif, maka nilai-nilai guyub dan rukun harus menjadi tema pendidikan sentral di keluarga.

Keluarga menjadi pertahanan terakhir untuk mengenal, menanamkan dan menjaga sikap toleran, saling menghargai, saling menghormati, menjadikan perbedaan sebagai berkah dari Tuhan yang Maha Esa.

Keluarga akan membentuk masyarakat, nilai-nilai yang terbentuk dalam masyarakat akan menjadi karakter nasional dan dengan karakter nasional yang kuat dan kokoh akan menjadi jalan untuk mencapai cita-cita nasional yang diinginkan bersama.

Kerangka berpikir inilah yang semestinya menjadi dasar kampanye, sosialisasi dan edukasi setiap persoalan dan program yang hendak dibangun dalam pembangunan. (*)

*) Penulis adalah Ketua Paguyuban Pasunan Provinsi Banten

Iman NR

Back to top button