Lingkungan

Pasokan Sampah Kurang, PLTSa di Kota Serang Belum Bisa Diwujudkan

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai solusi pengelolaan sampah di Kota Serang belum bisa diwujudkan karena pasokan sampah domestik belum bisa memenuhi jumlah mininal agar pembangkit listri itu bisa operasional.

Walikota Serang, Budi Rustandi, di Serang, Kamis (2/10/2025), menyatakan bahwa program PLTSa ini sejalan dengan arahan pemerintah pusat yang mendorong skema waste-to-energy di daerah.

Dukungan ini, menurutnya, menjadi momentum penting bagi Kota Serang untuk memulai transformasi pengelolaan limbah. “Dukungan dari pemerintah pusat sangat besar, ini adalah peluang yang harus kita manfaatkan,” katanya.

Proyek ini dipandang sebagai langkah progresif untuk mengatasi masalah penumpukan sampah yang telah lama menjadi tantangan di Kota Serang, sekaligus untuk menghasilkan sumber energi terbarukan bagi masyarakat.

Namun, ia secara terbuka mengakui adanya tantangan signifikan di tingkat lokal. Budi menjelaskan bahwa kendala utamanya terletak pada ketersediaan bahan baku atau pasokan sampah yang belum sesuai dengan kapasitas minimum yang dibutuhkan oleh teknologi PLTSa.

“Kebutuhan operasional setidaknya 1.000 ton setiap hari. Sementara limbah kita dari dalam kota hanya sekitar 570 ton,” ungkapnya.

Untuk mengatasi kendala tersebut, Budi menegaskan bahwa pihaknya akan menjajaki kerja sama dengan pemerintah daerah lain di sekitar Kota Serang.

“Kami akan menggandeng daerah lain untuk menutupi kekurangan pasokan ini, agar rencana mengubah sampah menjadi listrik dapat terealisasi,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang, Farach Richi, membenarkan data dan tantangan tersebut. Ia menegaskan bahwa angka produksi sampah domestik saat ini belum mampu menopang proyek PLTSa jika hanya mengandalkan sumber dari dalam kota.

“Volume 1.000 ton per hari merupakan prasyarat teknis agar fasilitas ‘waste-to-energy’ dapat beroperasi secara efisien, berkelanjutan, dan mencapai skala keekonomian. Pasokan yang stabil di bawah angka itu berisiko membuat operasional tidak optimal,” jelasnya. (Oleh Desi Purnama Sari – LKBN Antara)

Iman NR

Back to top button