Partisipasi Generasi Milenial Diharapkan Kawal Proses Pemilu Hingga Pelantikan
Generasi milineal diharapkan dapat mengawal seluruh proses tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 hingga tahapan pelantikan Presiden dan anggota legislatif yang terpilih. Partisipasi generasi ini tidak hanya memberikan suara di tempat pemilihan suara (TPS).
“Partisipasi itu tidak hanya datang ke TPS,” kata Rahmat Santoso, Kasubdit Fasilitasi Peningkatan Demokrasi Ditjen Polpun Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam acara sosialisasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 dari Kemendagri di Hotel Le Dian, Kota Serang, Senin (4/3/2019).
Rahmat mengatakan, selama ini paradigma partisipasi dalam memilih hanya pada saat hadir ke TPS saja. Padahal menurut dia, partisipasi dalam hal ini memiliki arti yang bersipat luas. “Ke TPS itu penting. Tetapi ketika kita dapat terlibat dalam proses Pemilu misalnya sebuah kampanye, kita dapat mengawasi berlangsungnya kegiatan tersebut. Ini kan sebuah proses yang penting untuk kita mengetahui siapanyang akan dipilih,” katanya.
Rahmat berharap, ketika para generasi muda mengetahui proses tahapan dari sebuah pemilihan umum, diharapkan ketika di TPS para generasi millenial menjadi pemilih yang rasional. “Artinya dia sudah bisa melihat sendiri, bagaimana retrospektif kebelakang rekam jejak para calon, dan prospektif bagaimana kedepan apakah program yang ditawarkan itu masuk akal atau tidak,” katanya.
Baca: KPU Akan Susun Disaster Recovery Plan Teknologi Informasi Pemilu 2019
Rahmat menjelaskan, sebagai pemerintah, pihaknya mempunyai fungsi suporting untuk membantu penyelenggara Pemilu. Penyelenggaraan program sosialisasi Pemilu dan pemberian pendidikan politik ini, menjadi bagian penting bagi pemerintah dalam upaya mencapai target angka partisipasi secara nasional, yakni 77,5%.
“Jadi ini tidak hanya menjadi bagiannya KPU atau Bawaslu saja. Tetapi ada fungsi suporting atau bantuan pemerintah pusat maupun daerah, terkait dengan sosialisasi pendidikan politik untuk peningkatan angka partisipasi yang 77,5% itu,” ujarnya.
Ia menuturkan, terdapat beberapa target yang menjadi fokus pelaksanaan program tersebut. Pertama yakni pemilih pemula dan pemilih muda, diantaranya seperti pelajar SMA yang sudah memiliki hak pilih, dan mahasiswa. Kedua targetnya yakni meningkatkan partisipasi perempuan. “Jadi bagaimana perempuan secara politik, dia bisa ikut serta dalam proses pelaksanaan pemilu,” jelasnya.
Rahmat menyebutkan, angka partisipasi keterpilihan perempuan dalam parlemen secara nasioanal baru mencapai sekitar 12%. Menurutnya angka itu masih minim, karena baik dari tingkat pusat maupun daerah belum memenuhi kuota 30% keterwakilan permepuan.
“Hanya beberapa daerah saja yang sudah mencapai angka 30% seperti yang diamanatkan dalam undang-undang,” ujarnya. (Sofi Mahalali)