Dikecam, Sikap Intoleran Walikota Cilegon Soal Rumah Ibadah
Walikota Cilegon, Helldy Agustian diminta bersikap toleran terhadap warga non mulim yang tengah mengajukan pembangunan rumah ibadah.
Karena negara ini bukan Negara Islam melainkan negara berdasarkan UUD 45 dan Pancasila.
Demikian disampaikan Asep Rahmatullah, Sekretaris DPD PDIP Banten, Jumat (9/9/2022).
Beberapa hari yang lalu, sedang ramai pembicaraan publik terkait aksi penolakan pendirian Gereja di Cilegon, Banten.
Aksi tersebut dari unsur masyarakat Kota Cilegon mengatasnamakan dari Komite Penyelamat Kearifan Lokal.
Hal ini, menuntut anggota DPRD dan Walikota Cilegon untuk menegakkan peraturan daerah terkait pendirian rumah ibadah selain masjid.
Wakil Walikota Cilegon, Sanuji Pentamarta menerima sejumlah massa aksi intoleran dan mengambil sikap untuk menandatangani petisi kesepakatan bersama masyarakat untuk menolak pendirian rumah ibadah umat kristiani.
Hal tersebut tanpa melakukan kajian yang komprehensif, baik dari berbagai segi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sikap Walikota Cilegon merupakan cermin dari ketidakmampuan dalam menjaga warga negara serta memenuhi, perlindungan atas kebebasan beribadah dari berbagai aksi Intoleran di Kota Cilegon.
Sebagai salah satu hak asasi manusia dan hak konstitusional adalah jaminan kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Sehingga Negara menuntut Pemkot Cilegon agar meningkatkan jaminan kebebasan itu dengan menghapuskan segala bentuk intoleransi, diskriminasi dan kekerasan atas nama agama.
Seharusnya, sikap Pemkot Cilegon dalam menghadapi aksi intoleran tidak langsung setuju dengan penandatangan petisi untuk menolak pendirian rumah ibadah umat kristiani di Kota Cilegon.
Namun, secara bijak membuat forum pertemuan yang menandaskan posisi Pemkot Cilegon telah melakukan kewajiban dalam melindungi hak dasar warga negara, termasuk hak beribadah dengan tenang dan nyaman.
Fenomena terkait penolakan rumah ibadah tersebut tidak hadir begitu saja. Namun, merupakan hasil turunan dari kebijakan politik negara yang ambigu.
Padahal secara mendasar melalui UUD 45 Pasal 28 E Ayat (1&2) UUD Negara RI 1945. Tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 28 J Ayat 2, melalui peraturan perundang – undangan yang diskriminatif. Parameter lain digunakan untuk Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi, berdasarkan Agama atau keyakinan.
(Editor: Abdul Hadi)