Kasus Ayah Perkosa Anak Angkat di Sumsel,Ini Kronologinya
Terjadi kasus seorang ayah perkosa anak angkatnya di Lubuklinggau, Sumatera Selatan (Sumsel), pada Rabu, 11 September 2024 lalu.
Pelaku diduga telah melakukan aksi pemerkosaan terhadap korban sebanyak sembilan kali.
Kasat Reskrim Polres Lubuklinggau AKP Hendrawan mengungkap awal mula perilaku bejat pelaku terjadi pada Mei 2024.
Kala itu, istri pelaku atau ibu dari korban baru pulang dari daerah Curup, setelah melayat orang tuanya yang meninggal.
Aksi ayah perkosa anak itu terjadi di kamar korban pada pukul 02.00 WIB, awalnya korban bangun dan berniat pergi ke kamar mandi, namun dipaksa pelaku untuk berhubungan badan.
“Korban mencoba berteriak, namun dibekap oleh tersangka. Sedangkan ibu korban tidak mendengar lantaran ia sedang tidur serta kecapekan karena baru pulang dari Curup,” kata Hendrawan kepada wartawan, pada Kamis, 12 September 2024.
Selain itu, pelaku mengimingi HP baru kepada korban, asal tak mengadu kepada ibunya.
Hendrawan juga menuturkan korban mengalami sakit dan perih saat buang air kecil, akibat dari aksi pemerkosaan yang kerap dilakukan saat istri pelaku tidur.
Peristiwa pemerkosaan itu terjadi terakhir kali pada Minggu, 25 Agustus 2024.
Ibu korban akhirnya mengetahui aksi pemerkosaan itu dan melapor ke Polres Lubuklinggau, hingga tersangka ditangkap tanpa perlawanan pada Rabu, 11 September 2024.
Peristiwa di atas menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap anak, sekalipun terhadap keluarganya sendiri.
Berikut ini ulasan terkait kajian hukum pidana terhadap aksi pemerkosaan terhadap anak.
Ancaman Pidana dalam UU Perlindungan Anak
Hakim Pengadilan Negeri Palopo Muliyawan memuat penelitiannya tentang ancaman pidana dalam UU Perlindungan Anak.
“UU Perlindungan Anak mengistilahkan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan, dimana ancaman pidana minimal dan ancaman pidana maksimalnya semuanya sama, baik pelecehan maupun kekerasan seksual (perkosaan),” kata Muliyawan dalam artikel yang terbit di laman resmi Pengadilan Negeri Palopo, pada Jumat 13 September 2024.
Pelecehan seksual adalah perbuatan seseorang yang melecehkan seorang anak baik dia anak perempuan maupun anak laki-laki baik dengan cara memeluknya, menciumnya, memegang anggota tubuhnya yang dianggap tabu.
Berdasarkan hal itu, Mulyawan mengklaim pelaku pelecehan seksual diancam dengan pidana penjara minimal 5 (lima) tahun dan maksimal 15 tahun (lima belas) tahun.
Sedangkan, apabila seseorang melakukan kekerasan atau memaksa anak melakukan persetubuhan maka sang pelaku juga diancam dengan pidana penjara minimal 5 (lima) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun.
Lebih lanjut, Muliyawan menghimbau agar tidak terjebak dengan ‘logika sesat’ akibat menganggap ringan hukuman pidana terhadap pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Kedua tindakan itu tidak dapat dibenarkan, dan hal-hal yang memberatkan hukuman juga membayangi pelaku sesuai dengan besarnya kejahatan mereka.
Saksi Pidana Pemerkosaan
Pemberian sanksi pidana bagi pemerkosaan anak dalam KUHP Indonesia dijelaskan bahwa pidana yang diancamkan bagi pemerkosaan terhadap anak dengan pidana penjara maksimum 9 (Sembilan) tahun.
Sedangkan, pada kasus pemerkosaan terhadap anak tercantum dalam undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Terdapat penjatuhan sanksi pidana berupa pidana penjara dengan penambahan maksimum umum pidana penjara adalah 15 tahun dan minimum khusus 3 tahun dan diancamkan denda paling banyak Rp300 Juta dan paling sedikit Rp60 Juta.
Berdasarkan pengaturan sanksi pidana bagi pemerkosaan anak, ditetapkan pidana maksimum umum dan minum khusus.
Hal tersebut menjadi peluang bagi hakim dalam menjatuhkan sanksi yang ringan bagi pelaku pemerkosaan anak sehingga tujuan pemidanaan agar pelaku tidak mengulangi kejahatan tersebut.
Sanksi pidana tersebut belum mengakomodir kepentingan perlindungan korban, melainkan hanya berorientasi pada perbuatan pelaku
Editor: Abdul Hadi