Opini

Ketika Istana Jadi Ruang Dialog Rakyat

Pada Kamis (4/9) malam, pemerintah membuka pintu Istana Negara, Jakarta, bagi para demonstran agar bisa berdialog di tengah dinamika demokrasi Indonesia yang belakangan ini kembali diuji yang kemudian dimaknai bahwa Istana menjadi ruang dialog rakyat.

OLEH: ANDI FIRDAUS *)

Langkah menghadirkan forum resmi di dalam istana dipandang sebagai strategi yang lebih terarah demi meredam eskalasi ketegangan. Alih-alih, terus bergulir di jalanan yang rentan ricuh dan disusupi provokator.

Selepas adzan magrib, sebanyak 15 delegasi Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang terbagi atas dua kutub kekuatan massa kaum pemuda, tiba di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Mereka berjalan tergesa dari arah Gedung Kementerian Sekretariat Negara menuju Istana Negara via pintu gerbang pilar.

Masing-masing pemuda dikawal dua hingga empat petugas keamanan istana berpakaian putih. Raut wajah mereka seakan menyiratkan pesan untuk menahan diri berkomentar kepada awak media, sebelum dialog digelar.

Delegasi itu tampil dengan gaya kelompoknya masing-masing. Misalnya, Bagas Kurniawan yang berpeci hijau-hitam dengan pita putih berumbai 17 helai, khas Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Ketua Umum HMI itu, memboyong para pemimpin organisasi ekstra kampus bernama Aliansi Cipayung, terdiri atas HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Dari Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), hadir I Wayan Darmawan selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat dengan ikat kepala udeng khas Bali. Selain itu, juga ada Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Prima Surbakti yang berkalung salib di lehernya.

Aliansi Cipayung adalah forum persatuan organisasi mahasiswa ekstra kampus yang lahir pada 1972 di Cipayung, Bogor, untuk menyatukan suara gerakan mahasiswa dalam merespons isu-isu kebangsaan yang berkembang kala itu.

Sejak awal, aliansi ini diposisikan sebagai kekuatan untuk mengawal demokrasi, terutama ketika negara menghadapi situasi krisis yang menuntut keterlibatan aktif mahasiswa.

Di luar itu, juga hadir Pasha Fazillah Afap selaku Koordinator Media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).

BEM SI adalah koordinator antar-BEM kampus yang berdiri sejak awal 2000-an, berperan sebagai motor penggerak demonstrasi besar lewat kritik terhadap kebijakan pemerintah, dengan fokus pada isu-isu strategis, seperti demokrasi, pendidikan, kesejahteraan, hingga lingkungan.

Jumlah perwakilan yang hadir untuk menyampaikan keterangan, usai berdialog tak sampai separuh list undangan yang disebar Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kepada 37 OKP, beberapa hari sebelumnya.

Tanpa Prabowo

Dialog yang digelar di Istana Negara, Jakarta, selama kurang lebih tiga jam, mulai pukul 18.30 WIB, digelar secara tertutup dari awak media.

Presiden RI, Prabowo Subianto di waktu yang bersamaan, memilih menghadiri Istighatsah Kebangsaan dalam rangka Maulid Nabi Muhammad di Masjid Istiqlal, Jakarta.

Kepala Negara diwakili oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi bersama Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi Prof Brian Yuliarto untuk menampung aspirasi mahasiswa yang sebelumnya mengemuka di jalanan dan kompleks Parlemen, Senayan.

Dialog antara perwakilan pemuda dengan pemerintah dikabarkan berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keakraban.

Tuntutan utama 17+8, di antaranya percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset yang dipicu praktik korupsi dan kejahatan ekonomi yang merugikan negara, sementara upaya pengembalian aset hasil tindak pidana sering kali terhambat.

Mahasiswa menilai RUU ini penting untuk memperkuat instrumen hukum dalam menindak koruptor dan mengembalikan kerugian negara, sehingga menekan angka kebocoran keuangan publik.

Dialog juga membahas seputar pembentukan tim investigasi dugaan makar. Topik ini, belakangan mencuat, seusai Presiden mengungkap adanya tindakan demonstrasi yang mengarah pada makar dan terorisme.

Pernyataan itu, setidaknya diungkap dalam dua kali pernyataan kepada awak media. Pertama di agenda pernyataan bersama ketua umum partai politik, Minggu (31/8), dan di RS Polri pada Senin (1/9).

Berikutnya, berkaitan dengan penolakan militerisme yang muncul dari kekhawatiran akan menguatnya peran militer dalam ruang sipil, yang dianggap berpotensi menggerus prinsip demokrasi.

Mahasiswa menekankan pentingnya mengembalikan tentara ke barak, agar militer kembali fokus pada fungsi pertahanan negara dan tidak ikut campur dalam ranah politik maupun kehidupan masyarakat sehari-hari.

Seluruh aspirasi itu direspons positif oleh Mensesneg untuk diteruskan kepada kepala negara dan kementerian/lembaga terkait.

Inti persoalan justru terletak pada tindak lanjut. Mahasiswa secara tegas mengingatkan bahwa penerimaan aspirasi bukanlah ujung perjuangan, melainkan awal dari pengawalan panjang.

Jika pemerintah gagal merealisasikan janji dalam tempo yang wajar, maka legitimasi forum dialog di Istana Negara, Jakarta, berisiko dipertanyakan.

Respons Presiden

Presiden Prabowo, dalam agenda pertemuan dengan pemimpin redaksi di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, akhir pekan lalu, memberikan tanggapan resmi terkait gelombang demonstrasi yang terjadi.

Ia menilai sebagian dari 17+8 tuntutan masyarakat bersifat masuk akal dan bisa diterima, sementara sebagian lainnya perlu dibicarakan lebih lanjut.

Salah satu tuntutan yang mendapat respons positif adalah pembentukan tim investigasi independen atas kasus Affan Kurniawan, pengemudi ojek daring yang meninggal dalam insiden kecelakaan yang melibatkan kendaraan taktis polisi.

Kepala negara menilai langkah ini wajar dan bisa menjadi jalan keluar untuk memastikan keadilan.

Terkait perkara yang melibatkan pelaku, Komandan Batalyon Resimen IV Korbrimob Polri Kompol Kosmas K. Gae, dijatuhi sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH), sementara Bripka Rohmat dikenai sanksi etika berupa pernyataan perbuatan tercela, kewajiban menyampaikan permintaan maaf secara lisan di sidang dan tertulis kepada pemimpin Polri.

Mereka yang terlibat, dijatuhi sanksi administratif berupa penempatan khusus selama 20 hari (29 Agustus–17 September 2025) dan mutasi dengan demosi selama tujuh tahun.

Namun, tidak semua tuntutan mendapat sambutan serupa. Soal penarikan militer dari tugas pengamanan sipil, Prabowo menilai isu ini masih debatable.

TNI memang memiliki mandat konstitusional untuk menjaga rakyat dari ancaman apa pun, termasuk terorisme dan kerusuhan.

Selain itu, presiden juga menekankan pentingnya aparat bertindak secara proporsional. Diingatkan bahwa pelanggaran oleh aparat tidak boleh dibiarkan, melainkan harus ditindak tegas melalui mekanisme etik maupun hukum.

Di sisi lain, pemerintah juga meminta agar demonstrasi dilakukan dengan damai, tanpa tindakan anarkis, seperti pembakaran fasilitas umum. Ia merujuk pada tragedi di Makassar, di mana seorang ASN meninggal akibat kebakaran Gedung DPRD.

Pertemuan mahasiswa dengan Mensesneg di Istana Negara memperlihatkan upaya eksekutif dalam membuka ruang dialog yang lebih setara.

Sejalan dengan pemikiran itu, istana memang bukan milik presiden, melainkan ruang bersama bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi, semakin mendekatkan jarak antara penguasa dengan rakyatnya. (**)

*) ANDI FIRDAUS adalah wartawan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara

Artikel ini merupakan bagian dari kerjasama diseminasi LKBN Antara dengan MediaBanten.Com.

Iman NR

Back to top button