Ekonomi

Ratusan Ribu Petisi Tolak JHT BPJS Dibayar Umur 56 Tahun

Ratusan ribu warga beramai-ramai tandatangani petisi penolakan terhadap kebijakan pembayaran jaminan hari tua (JHT) BPJS Tenagakerja baru dilakukan setelah berumur 56 tahun.

Petisi yang dibua Suharti Ete yang dibuat di Chage.Org, Jumat (11/2/2022), hingga Sabtu (12/1/2022) pukul 13.32 telah mencapai 131.453 tandat tangan secara online.

Warga yang diduga merupakan para pekerja itu menolak kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permanaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua (JHT).

Kebijakan itu mengharuskan pekerja baru bisa mengambil uang JHT setelah berumur 56 tahun, meskipun pekerja yang bersangkutan telah diberhentikan atau di-PHK di perusahaannya.

Padahal sebelumnya, pekerja bisa mengambil atau mencairkan JHT jika yang bersangkutan sudah diberhentikan dari perusahaan yang bersangkutan.

“Jadi kalau buruh/pekerja di-PHK saat berumur 30 tahun maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 26 tahun setelah di-PHK. Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 Trilyun,” tulis Suhari Ete.

Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di PHK . Di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja

“Karenanya mari kita suarakan bersama-sama untuk tolak dan #BatalkanPermenakerNomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Sebarkan juga petisi ini di medsosmu,” tulisnya.

Menurutnya, pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di-PHK. Pada aturan sebelumnya, pekerja yang terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Beleid diundangkan pada 4 Februari 2022 dan diterapkan mulai 1 Mei 2022.

Manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun,” tulis Pasal 3 peraturan itu.

Kemudian dalam Pasal 4 disebutkan manfaat JHT bagi peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 di atas termasuk mereka yang berhenti kerja. Siapa saja mereka? Mereka meliputi peserta yang mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan mereka yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

“Manfaat JHT bagi peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan pada saat peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun,” tulis Pasal 5.

Pada saat beleid ini berlaku, maka Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

“Peraturan menteri ini mulai berlaku setelah tiga bulan terhitung sejak tanggal diundangkan,” tulis Pasal 15 beleid itu.

Menurut catatan, petisi serupa pernah dilakukan oleh Gilang Mahardika pada tahun 2015. Saat itu, Menteri Tenaga Kerja dijabat Muhammad Hanif Dakhiri yang menerapkan kebijakan JHT baru bisa dicairkan setelah 10 tahun kepersertaan dan hanya bisa diuangkan 10 persen saja.

Petaka pun dimulai. Pada tanggal 1 Juli 2015, saya yang sudah bersuka-cita akan mendapatkan uang JHT yang akan saya gunakan untuk modal usaha berakhir dengan mengunyah pil pahit.

“Saya tidak sendiri, banyak peserta BPJS TK lain yang saat itu juga berniat mencairkan dana JHT-nya hanya bisa gigit jari. Permintaan pencairan JHT kami ditolak karena peraturan baru yang diterapkan mulai 1 Juli 2015 menyatakan bahwa pencairan dana JHT bisa dilakukan setelah masa kepesertaan 10 tahun (yang mana bisa diambil 10% saja dan sisanya bisa diambil setelah usia 56 tahun),” kata Gilang.

Petisi yang ditujukan kepada Presiden RI, Joko Widodo itu dan didengar. Kebijakan itu dibatalkan. Petisi ini ditandatangani 110.142 orang.

Ingin berpartisipasi dalam petisi penolakan yang dibuat Suharti Ete, silakan KLIK DI SINI.

(Editor: Iman NR)

Iman NR

Back to top button