Serangga Jadi Menu MBG, Ini Kata Anggota Komisi IX DPR

Wacana serangga sebagai lauk dalam menu MBG atau Makan Bergizi Gratis untuk daerah tertentu mendapat reaksi dari Alifudin, anggota Komisi IX DPR RI yang menyebutkan bahwa hal itu harus dikaji mendalam sebelum diterapkan.
“Kebiasaan makan setiap anak berbeda-beda. Ada anak yang sudah terbiasa dengan makan serangga di beberapa daerah tertentu, namun banyak juga yang merasa jijik dan tidak mau memakannya. Perasaan tidak nyaman ini harus dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan agar tujuan program untuk menciptakan pola makan bergizi tetap tercapai tanpa menimbulkan penolakan,” kata dia dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Menurut Alifudin, hal yang perlu dipertimbangkan pula dalam pengambilan kebijakan terkait makanan dalam Program Makan Bergizi Gratis adalah keberagaman budaya dan kebiasaan makan di Indonesia.
Ia mengatakan di banyak daerah, terutama di luar wilayah yang terbiasa dengan konsumsi serangga, ide tersebut mungkin akan sulit diterima.
“Tidak semua daerah di Indonesia memiliki kebiasaan atau tradisi memakan serangga. Setiap daerah memiliki ciri khas kuliner yang telah berkembang sesuai dengan nilai budaya dan kebiasaan makan masyarakat setempat,” kata dia.
Selanjutnya, Alifudin menegaskan bahwa tidak semua jenis serangga aman atau layak dikonsumsi. “Tidak semua serangga dapat dimakan. Beberapa jenis serangga mengandung racun atau patogen yang dapat membahayakan kesehatan, terutama jika tidak diproses dengan benar,” ucapnya.
Kata dia, pemilihan serangga yang tepat dan aman untuk konsumsi harus melalui penelitian yang mendalam agar program ini tidak menimbulkan masalah kesehatan baru.
Alifudin juga menyebutkan pentingnya memperhatikan psikologis dan preferensi anak-anak dalam menyikapi ide konsumsi serangga.
Dia pun menilai pengenalan serangga sebagai lauk dalam program tersebut harus dilakukan dengan pendekatan yang edukatif, bukan hanya sebagai solusi instan.
“Pendidikan tentang pentingnya asupan gizi yang beragam dan seimbang jauh lebih penting daripada sekadar mengganti lauk dengan serangga,” kata dia.
Alifudin mengimbau para pihak terkait agar melakukan dialog lebih lanjut dengan para ahli gizi, masyarakat, dan para pemangku kepentingan lainnya sebelum mengambil keputusan akhir terkait usulan tersebut.
Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana menyampaikan bahwa serangga bisa masuk ke menu MBG atau Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam rangka menyesuaikan potensi sumber daya yang ada di setiap daerah (Baca: Kepala BGN: Serangga Jadi Menu MBG Untuk Daerah Tertentu).
“Kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu (serangga), itu (serangga) bisa menjadi menu di daerah tersebut,” ucap Dadan ketika dijumpai di sela-sela acara Rampinas PIRA di Jakarta, Sabtu (25/1/2025).
Variasi menu tersebut, kata Dadan, merupakan contoh bahwa Badan Gizi Nasional tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi nasional. (Oleh Tri Meilani Ameliya – LKBN Antara)