Sri Mulyani Peringatkan Dunia Akan Bahaya Krisis Ekonomi
Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia mengingatkan seluruh menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara yang menjadi anggota G20 tentang bahaya ekonomi dunia tengah menuju krisis.
Peringatan ini Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyanisampaikan saat dalam acara 4th Finance Ministers and Central Bank Governor (FMCBG) Meeting di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (12/10/2022), dikutip MediaBanten.Com dari tayangan Chanel Youtube Kementrian Keuangan, Kamis (13/10/2022).
“Saya pikir saya tidak berlebihan mengatakan bahwa dunia saat ini dalam kondisi yang berbahaya,” kata dia seperti dikutip dari tayangan YouTube Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani mengatakan, tanda bahaya ini harus dihadapi dunia karena munculnya berbagai risiko perekonomian akibat tingginya angka inflasi, lemahnya pertumbuhan ekonomi, krisis energi dan pangan, perubahan iklim, hingga perpecahan geopolitik.
“Perang yang terjadi di Ukraina semakin membuat krisis pangan dan nutrisi terjadi akibat harga-hara energi bergejolak dan harga pangan naik tinggi. Membuat adanya kebijakan pembatasan perdaganagn dan disrupsi pada rantai pasok,” ujar Sri Mulyani.
Kondisi ini semakin buruk karena negara-negara dunia masih dalam tahap pemulihan dari dampak Pandemi Covid-19.
Di tengah pemulihan yang masih rentan, negara-negara di dunia dikejutkan dengan permasalahan perubahan iklim yang membuat harga pangan kian melambung.
Peperangan yang terjadi di Ukraiana semakin memperburuk keadaan karena pasokan energi terputus yang berakibat pada krisis energi.
Pasokan yang semakin minim ini membuat harga-harga energi melambung tinggi dan mengancam ketahanan energi banyak negara.
“Harga energi yang membuat shock ini berakibat terhadap banyak negara, khususnya negara-negara berkembang yang masih sangat bergantung pada impor energi, Akibatnya mereka kesulitan mengakses pasokan energi dari negara-negara penghasilnya,” kata Sri Mulyani.
Seluruh kondisi risiko yang menyebabkan dunia dalam bahaya itu membuat bank sentral di banyak negara memutuskan untuk memperketat kebijakan moneternya dengan cara meningkatkan suku bunga acuan secara cepat dengan harapan bisa meredam tingginya inflasi.
“Tapi ini memberikan spill over ke seluruh dunia. Naiknya suku bunga acuan dan mengetatnya likuiditas membuat risiko semakin meningkat dan menyulitkan ekonomi bukan hanya negara berpendapatan rendah dan menengah, tapi juga negara maju,” ujar Sri Mulyani.
Peringatan Sri Mulyani sesungguhnya mengacu kepada laporan yang baru dikeluarkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) bertajuk ‘World Economic Outlook: Countering The Cost Of Living Crisis”.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini tidak berubah, yakni pada 3,2%. Sementara tahun depan, pertumbuhan ekonomi 2023 dari menjadi 2,7% dari sebelumnya 2,9%.
IMF melihat situasi 2023 merupakan profil pertumbuhan terlemah sejak 2001, kecuali masa pandemi Covid-19 dan krisis keuangan global.
Resesi dipastikan akan menimpa Amerika Serikat (AS) dengan proyeksi pertumbuhan 1,6% pada 2022 dan turun menjadi 1% pada 2023. Eropa bahkan lebih buruk dengan proyeksi 3,1% menjadi 0,5% pada 2023.
Jepang cenderung stabil untuk tahun 2022 dan 2023, ekonomi tumbuh masing-masing 1,7% dan 1,6%. China alami peningkatan dari 3,2% pada 2022 dan 4,4% pada 2023. India diproyeksikan tumbuh 6,8% dan 6,1%, Brasil 2,8% dan 1% serta Meksiko 2,1% dan 1,2%.
“Kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan peningkatan risiko resesi,” tegas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengajak semua anggota G20 untuk bersama-sama mendukung pemulihan ekonomi. “Tantangan ekonomi global yang kompleks tidak dapat diselesaikan oleh satu negara atau sekelompok negara yang bertindak sendiri, diperlukan tindakan kolektif dari kelompok yang terdiri dari 85% ekonomi dunia,” ujarnya. (Chanel Youtube Kemenkeu / Editor: Iman NR)