Upaya pemberantasan korupsi di Provinsi Banten dirasakan masih belum mengalami perubahan yang signifikan. Karena itu, Gubernur Banten, Wahidin Halim minta para pejabat di Inspektoran menguatkan perannya dalam melakukan pencegahan korupsi.
Gubernur menuturkan, selama tujuh bulan menjabat sebagai gubernur, ia merasakan penanganan pencegahan tindakan korupsi di Banten tetap berjalan lambat. Upaya pencegahan ini tidak akan terwujud jika mentalitas pejabatnya belum mampu merubah pola pikir.
“Jadi perlu kerja keras, perlu pengawasan terus menerus, apapun maindset dan pola pikir itu harus bisa diperbaiki, kita rubah kalau mau kita bangun perubahan itu sendiri. Jadi Silahkan inspektorat melapor apa saja yang sesuai aturan,” kata Wahidin Halim, Gubernur Banten dalam rapat koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah di Pendopo Gubernur, Kamis (28/12/2017).
Dia menegaskan, Inspektorat tidak boleh pandang bulu dalam melaksanakan tugasnya untuk pencegahan korupsi di lingkungan Pemprov Banten. Bahkan, ia mengaku bersedia jika harus diperiksa Inspektorat apabila dirinya tersangkut dengan masalah keungan daerah.
“Jangan merasa takut karena saya kepala daerah, malah saya sering mengarahkan silahkan periksa saja, termasuk saya dan keluarga saya. Selama 38 tahun saya sudah mengabdi sebagai birokrat, saya tidak ingin terjerat persoalan hukum dan saya tidak ingin ada cacat,” tegasnya.
Namun dia memaklumi jika peran Inspektorat belum maksimal dalam upaya pencegahan korupsi di lingkungan pemerintah. Sebab, instansi tersebut masih minim dalam penyediaan tenaga kerja yang profesional. “Staf fungsional belum optimal perannya karena keterbatasan profesionalitas, sementara yang diawasai begitu luas. Ini bukan keluhan, tapi memang faktanya seperti itu, beberapa penugasan yang saya minta juga sampai sekarang belum jalan,” ucapnya.
Baca: PSKS Diminta Total Mengabdi Tangani Penyandang Sosial
Persoalan lain kata Wahidin, belum terbukanya masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD). Bahkan ia mengaku masih menemukan adanya kecurigaan antar OPD terkait penggunaan anggaran dalam program kerjanya. “Ini tentu akan terganggu, padahal informasikan aja, kasih tahu ada proyek ini, bila perlu umumkan APBD kita ke pelosok-pelosok, tapi sampai sekarang kan nggak,” ujarnya.
Belum lagi hubungan kerja dengan lembaga legislatif yang menurut Wahidin masih terbatas. Padahal, jika pihak eksekutif dengan legislatif bisa saling mendukung, korupsi di Banten bisa diatasi secara maksimal. “Kesepakatan terkait pemberantasan korupsi memberikan tekanan kepada kita, banyak provinsi jadi korban karena tidak terjadinya harmonisasi dan konsistesi menghadapi persoalan korupsi, ini kadang masih ada kepentingan kelompok masing-masing,” ungkapnya.
Wahidin juga mengaku bahwa pejabatnya sering merasa ketakutan ketika diperiksa lembaga-lembaga penegak hukum. Ia beralasan jika hal tersebut disebabkan karena adanya oknum yang memanfaatkan persoalan itu.
“Kepada Kajati dan Kapolda, mohon maaf saya harus sampaikan bahwa ada kerjasama antara oknum dengan Kejaksaan dan Polda. Jadi ada ketakutan dari OPD ketika didatangi oleh tim ini. Padahal sudah saya sampaikan sekarang kita terbuka,” ungkapnya.
Wahidin meminta seluruh pihak untuk bekerjasama dalam melakukan pemberantasan korupsi di Provinsi Banten. Sebab menurutnya, Gubernur memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan serta pembinaan terhadap pemerintah daerah lain agar pencegahan tersebut bisa dilakukan secara maksimal.
“Gubernur itu wakil pemerintah pusat, jadi peran pengawasannya juga dilakukan kepada bupati/wali kota. Saya tidak nakutin, tapi memang gubernur punya peran itu, sekarang kita saling asah saling asuh,” paparnya.
Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemendagri Sri Wahyuningsih mengatakan bahwa pihaknya sedang menggagas agar peran Inspektorat di daerah bisa setara dengan fungsi Sekretaris Daerah. Hal itu agar tugas Inspektorat dalam melakukan pencegahan terhadap korupsi bisa maksimal. “Saat ini sedang kita bahas agar peran Inspektorat bisa ditingkatkan, tujuannya agar independen. Sekarang kan posisinya masih sama dengan OPD yang lain, dengan ditingkat posisinya, minimal nanti posisinya bisa lebih tinggi dari OPD,” katanya.
Sri belum bisa memastikan kapan wacana ini akan direalisisika. Sebab hal itu perlu didukung dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. “Harus revisi beberapa pasal di PP 16 2016. Mudah-mudah bisa segera direalisasikan, lebih cepat lebih baik,” ungkapnya. (Subag Peliputan dan Dokumentasi Pemprov Banten)