Karena Rilis, Terungkap Satu Teroris Adalah Karyawan PT KS
Sebuah rilis resmi dari PT Krakatau Steel (KS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi baja di Kota Cilegon justru mengungkapkan, satu dari empat teroris yang ditangkap Densus 88 Anti Teror di wilayah Polda Banten merupakan karyawan BUMN tersebut.
“Yang bersangkutan adalah karyawan setingkat supervisor dan bukan merupakan petinggi atau level manajemen di PT Krakatau Steel,” kata Pria Utama, Coporate Secretary PT KS dalam rilis resmi yang diterima wartawan, Jumat (15/11/2019).
Padahal Kabag Humas Polda Banten, Kombes Edy Sumardi dalam rilisnya kepada wartawan tidakpernah menyebutkan satu pun nama perusaan atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Cilegon.
Dalam pemberitaan sebelumnya, tidak disebutkan nama perusahaan tertentu, hanya menuliskan BUMN, sebagai perusahaan milik negara. Pemberitaan mengenai karyawan BUMN yang di duga telribat dalam jaringan terorisme JAR itu, terkuak setelah penangkapan empat orang terduga teroris di Banten, yakni DA (28), QK (54), AP (45), dan MA (45).
Baca:
- Satu Teroris Ditangkap Densus 88 Diduga Pejabat BUMN di Cilegon
- Empat Terduga Teroris Ditangkap di Banten Soal Bom di Poltabes Medan
- Wakapolda Banten Hadiri Deklarasi Tolak Terorisme dan Radikalisme
Para terduga jaringan terorisme itu ditangkap usai bom bunuh diri di Mapotabes Medan meledak, pada Rabu 13 November 2019 lalu, yang melukai personil kepolisian dan masyarakat sipil.
Coperate Secretary PT KS itu mengatakan, pihak perusahaan menyerahkan proses hukum karyawannya itu kepada pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti. Pria menerangkan kalau perusahaannya akan menghormati segala bentuk upaya hukum yang dilakukan terhadap pegawai plat merah tersebut.
Perusahaan baja yang dahulu bernama Trikora di jaman Presiden Soekarno dan pernah menjadi perusahaan baja terbesar di Asia Tenggara itu, mengklaim akan mendukung seluruh proses melawan aksi terorisme di Indonesia.
“Manajemen PT Krakatau Steel tetap menghormati dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang berlaku,” terangnya. (Yandhi Deslatama)