Hadapi Perekonomian 2023, Menkeu Optimis Namun Waspada
Pemerintah optimis perekonomian Indonesia akan mampu bergerak semakin cepat di tahun 2023, sebagaimana mampu menghadapi pandemi dan turbulensi di tahun 2022.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan Pers Menteri terkait Sidang Kabinet Paripurna di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Menkeu Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa untuk menghadapi tantangan perekenomian tahun 2023 dengan optimis namun waspada.
“Optimis karena pencapaian kita luar biasa di 2022. Waspada karena tahun 2023, sepertiga dari dunia akan mengalami resesi atau 43% negara itu akan mengalami resesi menurut proyeksi International Monetry Fund (IMF),” katanya
Oleh sebab itu, kata Menkeu, optimisme pemulihan ekonomi didukung dengan arsitektur APBN 2023 yang telah disiapkan sebagai motor penggerak pemulihan.
Hal tersebut diantaranya dengan merancang belanja negara yang diharapkan mampu menjaga Indonesia dari guncangan perekonomian global.
Dikatakan Menkeu, belanja ketahanan pangan dirancang Rp104,2 triliun untuk menjaga pertahanan dan stabilitas pangan.
Sedangkan belanja sektor perlindungan sosial Rp476 triliun setara dengan yang dibelanjakan tahun 2022 untuk melindungi masyarakat.
Untuk menjaga ketahanan energi, lanjut Menkeu, pemerintah menganggarkan Rp341 triliun untuk menjaga agar guncangan yang terjadi di sektor energi dapat ditekan sehingga produksi dan ketahanan energi berjalan.
Di sisi lain, infrastruktur dirancang Rp392 triliun sedangkan belanja untuk kesehatan non-covid direncanakan Rp178 triliun, dan anggaran pendidikan tetap terjaga Rp612 triliun.
Selain itu, belanja negara tahun 2023 juga direncanakan untuk membelanjakan tahapan Pemilu senilai Rp21,8 triliun, dan mempersiapkan Ibu Kota Negara Nusantara sebesar Rp23,9 triliun terutama untuk infrastrukturnya senilai Rp21 triliun.
“Belanja – belanja yang penting di tahun 2023 sangat diharapkan bisa menjaga ekonomi Indonesia dari ancaman guncangan – guncangan yang terjadi di sisi global. Baik karena kenaikan harga, inflasi, maupun pelemahan ekonomi dari negara – negara lain,” pungkasnya. (Sumber: Kemenkeu)
Editor: Abdul Hadi