Ini 6 Saran Bagi Bank Mengantisipasi Maraknya Kejahatan Siber
Kejahatan siber sudah banyak terjadi di dunia perbankan dan menimbulkan kerugian bagi nasabah dan bank. Kejahatan ini biasa dikenal cyber crime merupakan kejahatan yang terjadi di dunia digital atau dunia maya.
OLEH: ANISA YULIANTI *)
Banyak kasus terkait kejahatan siber yang menimpa para nasabah, salah satunya nasabah di Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mengalami kerugian akibat pembobolan rekening yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Para pelaku kejahatan siber dalam dunia perbankan menggunakan metode phising. Phishing merupakan penipuan untuk memperoleh informasi penting seperti kata sandi dengan menyamar sebagai orang atau bisnis terpercaya dalam sebuah komunikasi elektronik resmi.
Biasanya para pelaku berpura-pura sebagai pihak yang mengatasnamakan bank dan meminta data nasabah melalui telpon atau SMS.
Modus lainnya juga dapat melalui undian dengan nasabah sebagai pemenangnya yang kemudian nasabah tersebut di arahkan untuk membuka link yang sudah disediakan oleh pelaku.
Ketika nasabah tersebut berhasil membuka link yang telah diberikan, maka pelaku kejahatan siber dapat masuk dan mengakses data pribadi nasabah.
Hari Siaga Amijarso Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan bahwa “BRI tidak pernah meminta data pribadi nasabah melalui telepon, SMS atau melalui media sosial”.
Ia menambahkan bahwa “Perubahan data nasabah hanya dapat dilakukan di Kantor BRI yang ditangani oleh pegawai bank”.
Kejadian ini tentu menimbulkan berbagai risiko pada perbankan. Risiko yang ditimbulkan dari kejadian ini yaitu risiko operasional dan risiko reputasi. Risiko operasional terjadi akibat kegagalan operasional bank yang salah satunya diakibatkan oleh kejahatan digital ini.
Bank perlu memperkuat sistem keamanan agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang bertanggung jawab dan demi menjaga keamanan dan kenyamanan nasabah.
Selain itu, kejadian ini juga menimbulkan reputasi bank menjadi menurun. Hal ini dikarenakan berkurangnya tingkat kepercayaan nasabah kepada bank yang mana berakibat pada kemampuan bank dalam mempertahankan kegiatan usahanya.
Maka bank wajib meningkatkan sistem keamanan dari sisi digitalnya agar tidak mudah dikelabui oleh para pelaku cyber crime.
Finance.detik.com menyebut, sepanjang tahun 2018 terdapat sekitar 4.000 laporan kejahatan cyber, dan perusahaan menjadi korban paling banyak dari serangan hacker. Karena itu, perlu penguatan sistem keamanan digital untuk menghindari kejahatan siber tersebut.
Saran Bagi Bank
Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan bank untuk mencegah tindak kriminalitas di dunia digital:
1. Bank harus memperkuat sistem keamanan digital agar database bank tidak mudah diretas. Sistem keamanan ini mampu mendeteksi kejanggalan dalam sistem informasi bank untuk meminimalisir risiko akibat kejahatan digital tersebut.
2. Bank wajib mengenkripsi semua data dan informasi yang sensitif sebagai pertahanan terakhir jika serangan siber berhasil masuk ke dalam sistem. Dengan enskripsi, file data tidak bisa dibaca.
3. Karyawan dilatih cyber security banking, bukan hanya petugas IT. Sebab salah satu metode hacker adalah menyebarkan malware melalui email, dikenal istilah phishing. Emailberisi link berbahaya yang memberi akses masuk ke dalam sistem. Pelatihan ini untuk meningkatkan kewaspadaan phising.
4. Kerjasama dengan tim ahli cyber security yang profesional untuk menyiapkan sistem keaman bank. Sebab hacker selalu berusaha mengakses data penting perusahaan dengan berbagai metode. Tim ahli harus mampu mengantisipasi serangan tersebut.
5. Pencadangan data nasabah dan bank perlu dilakukan untuk mencegah kejahatan siber yang menyebabkan bank kehilangan data-data penting. Tempat cadangan ini harus dipastikan sangat aman dari serangan hacker dan dapat digunakan kapan saja ketika diperlukan.
6. Bank wajib memberikan edukasi kepada nasabah tentang kejatan siber. Bank juga harus memberikan informasi bahwa perubahan data nasabah hanya dapat dilakukan di kantor bank dan nasabah tidak diperbolehkan untuk meng share informasi pribadi kepada pelaku kejahatan siber yang mengatasnamakan bank terkait. (**)
*) Penulis adalah Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta)