Kesehatan

Apotek Dilarang Sementara Jual Obat Sirup, Ini Alasan Kemenkes

Seluruh apotek di Indonesia untuk sementara dilarang menjual obat sirup. Larangan ini terkait temuan tiga senyawa yang diwaspadai sebagai penyebab gagal ginjal akut yang menyerang anak yang terkandung dalam obat tersebut.

Tiga senyawa tersebut yakni etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE).

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi, Kamis (20/10/2022) membenarkan apotek dilarang sementara penjualan obat sirup.

Menkes mengatakan, pemeriksaan contoh dari penderita gagal ganjal akut pada usia anak mengindikasikan terdapat senyawa EG, DEG dan EGBE yang relatif besar. Seharusnya, kandungan ketiga senyawa dalam obat sirup ini berkadar rendah sekali atau tidak ada.

Budi membenarkan, Kementrian Kesehatan bertindak konservatif untuk melarang sementara karena balita yang terindikasi terserang gagal ginjal akut itu mencapai 70 persen per bulan. Tingkat kematiannya mencapai 50 persen.

Larangan sementara penjualan obat sirup itu tercantum dalam Surat Edaran (SE) No Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak.

SE itu ditandatangani Murti Utami, Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Pada Selasa, 18 Oktober 2022.

“Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi poin 8 dari SE tersebut.

Murti minta seluruh tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair atau sirup sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ia juga meminta agar fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan penatalaksanaan awal penyakit misterius ini merupakan rumah sakit yang memiliki paling sedikit fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

Adapun dalam kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan kasus mencapai 192 orang per Selasa (18/10). Lonjakan kasus bulanan tertinggi tercatat terjadi pada September 2022 dengan 81 kasus yang dilaporkan.

Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso menambahkan temuan ratusan kasus itu didapatkan dari 20 provinsi di Indonesia. Temuan kasus terbanyak terjadi di DKI Jakarta dengan 50 kasus, kemudian Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kass, dan Bali 17 kasus. ( * / Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button