Pemerintahan

Data Non ASN Bocor, Banten Tak Punya Aturan Lahirkan Kebijakan

Kegaduhan termuatnya data pribadi dalam pengumuman prafinalisasi tenaga non ASN, menunjukan Pemprov Banten belum memiliki pedoman atau manual tata cara melahirkan sebuah kebijakan publik atau hukum.

“Kalau sudah punya, kegaduhan yang berkaitan dengan kebijakan publik, hukum dan kepegawaian tidak akan terjadi,” kata Yhannu Setyawan, Pengamatan Hukum Tata Kelola Pemerintahan kepada MediaBanten.Com, Jumat (7/10/2022).

Katanya, kritik warga terhadap kebijakan kepegawaian dan tata kelola pemerintahan akan terus bermunculan dan berulang, jika tidak memiliki pedoman yang jelas.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Alipp, Uday Suhada merilis dugaan pelanggaran oleh Pj Sekda Banten karena mengumumkan finalisasi tenaga non ASN di Provinsi Banten yang menyertakan data nomor induk kependudukan (NIK) dan tanggal lahir. Pengumuman itu mencakup 12.531 tenaga non ASN.

Uday menuding, Pj Sekda Banten telah melanggar Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik yang mengkatagorikan NIK dan tanggal lahir sebagai data pribadi yang tidak boleh disebarkan tanpa persetujuan pemilik data.

Katanya, meski halaman pengumuman di website BKD Banten sudah dihapus, pengumuman itu sudah diakses dan dilihat 3.300 orang.

“Ini adalah kesalahan kedua yang dilakukan Pj. Sekda dan Kepala BKD. Setelah sebelumnya Pj. Sekda memindahkan 4 orang staf di lingkungan Pemprov secara sepihak, yang kemudian dianulir oleh Kemendagri,” kata Uday dalam rilisnya.

Yhannu Setyawan mengatakan, Sekretaris Daerah diberikan tugas untuk secara serius mengatur, mengurus dan membina kepegawaian di daerah agar perjalanan pemerintahan bisa sesuai dengan ketentuan peraturan, memberikan pelayanan yang baik dan menuntaskan pemerintahan secara proposional.

“Harusnya sekretaris daerah mendapatkan input yang cukup, dan sudah selesai dari masing-masing perangkat daerah, sehingga tidak terjadi kesalahan fatal yang mengundang kegaduhan,” katanya.

Dalam konteks kepegawaian, BKD bertanggung jawab untuk itu. Ketika kebijakan kepegawaian diputuskan, sudah diverifikasi, diharmonisasikan dengan perangkat hukum daerah, sehingga produk yang dihasilkan tidak menimbulkan polemik.

Problemnya masing-masing OPD tidak terorganisir dengan baik dan tidak ada sinkronisasi. Akibatnya bisa ditebak, menimbulkan hingar bingar dan kegaduhan akibat kesahan teknik dan alur menghasilkan sebuah produk hukum daerah,” ucapnya.

“Ya kenapa sebagai seorang pemimpin aparatur sipil negara, sekretaris daerah tidak menyusun pedoman untuk penyusunan daerah atau pedoman-pedoman yang lainnya,” ujarnya.

Pedoman manual-manual ini akan menjadi sandaran bagi seluruh proses yang berhubungan dengan lahirnya kebijakan daerah.

Yhannu berharap, jika Pemprov Banten memiliki pedoman itu, terutama kebijakan kepegawaian, bisa dipublikasikan secara transparan. “Supaya data pribadi tidak tersebar karena memang bukan untuk dikonsumsi publik secara luas. (* / Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button