Majelis Hakim yang dipimpin Ni Made Sudani di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menolak eksekpsi Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, terdakwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan dan pencucian uang.
Sidang pun dilanjutkan dengan acara pemeriksaan. “Menolak eksepsi atau nota keberatan tim kuasa hukum terdakwa Tubagus Chaeri Wardana,” kata ketua majelis hakim Ni Made Sudani dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).
Hakim menyebut, surat dakwaan yang disusun oleh JPU KPK telah diperhatikan secara cermat, jelas dan telah memenuhi 2 syarat, yaitu syarat formil dan materiil. Materi eksepsi yang diajukan kuasa hukum Wawan sudah masuk pembuktian pokok perkara.
“Menimbang setelah mencermati surat dakwaan jaksa penuntut umum identitas terdakwa termuat secara lengkap dan dibenarkan terdakwa serta surat dakwaan ditandatangani jaksa penuntut umum, dengan demikian surat dakwaan memenuhi syarat formil dan materiil,” jelas hakim.
Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara memutuskan putusan sela sebagai berikut Menerima seluruh Keberatan atau Eksepsi Terdakwa Wawan; Menyatakan Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum atau setidaknya menyatakan Dakwaan Penuntut Umum No. 97/TUT.01.04/24/10/2019 tanggal 23 Oktober 2019 atas nama Terdakwa Wawan tidak dapat diterima; dan memerintahkan kepada Penuntut Umum agar mengembalikan kembali Terdakwa Wawan ke Lapas Sukamiskin.
Baca:
- Lima Korupsi Kerugian Negara Rp41,8 M di Banten Dilaporkan Alipp ke KPK
- Kejari Serang Tetapkan Dirut PT LKM Ciomas Tersangka Korupsi
- Diduga Korupsi Dana Desa, Kades Pudar Ditahan Polres Serang
Pengaruh Atut
Selain itu, jaksa KPK dinilai telah membesar-besarkan perkara yang menjerat kliennya tersebut. KPK, menurut tim kuasa hukum selalu mengecilkan kesuksesan bisnis Wawan karena sebatas ada pengaruh dari kakak kandungnya yang merupakan mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Hal ini disampaikan saat tim kuasa hukum membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan penuntut umum terhadap Wawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Kuasa hukum menyebut Wawan– melalui perusahaannya PT Balipacific Pragama (PT BPP) yang fokus pada bidang konstruksi telah mengerjakan proyek sejak tahun 1995. Dengan kata lain jauh sebelum pemekaran Provinsi Banten dan Ratu Atut menjadi Gubernur Banten.
Kuasa hukum mengatakan PTBPP telah mengerjakan proyek-proyek besar yang sumber pendanaannya berasal dari luarAPBD. Bahkan PTBPP telah mengerjakan proyek dari PTKrakatau Steel dan Pertamina. “Namun, keberhasilan Terdakwa dalam menjalankan bisnis ini tidak pernah dilihat oleh KPK secara objektif,” pungkasnya.
TPPU Rp500 Miliar
Terkait pencucian uang Rp500 miliar, tim kuasa hukum memandang perhitungan tersebut tidak mempertimbangkan utang-utang Wawan yang masih berjalan dengan berbagai bank dan supplier. Penyitaan yang dilakukan oleh KPK, kata kuasa hukum, berdampak kepada bertambahnya utang Wawan.
Tim kuasa hukum memberi contoh penyitaan terhadap mobil Nissan yang statusnya masih leasing. Terdakwa Wawan mendapatkan Somasi dari PT Bank CIMB Niaga Tbk dengan tagihan yang melonjak dari semula senilai Rp958.805.197 menjadi Rp3.838.693.320.
Berikutnya memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk membuka pemblokiran seluruh rekening bank atas nama Terdakwa atau pihak-pihak lainnya yang terkait dengan perkara ini tanpa terkecuali; Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk mengembalikan seluruh barang atau harta benda milik Terdakwa atau pihak lainnya yang disita dalam keadaan semula yang terkait dengan perkara ini tanpa terkecuali; dan memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; serta membebankan biaya perkara kepada negara.
Surat Dirjen PAS
Pengacara Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), Maqdir Ismail mengaku terima surat tembusan dari pihak Dirjen Pemasyarakatan (PAS) yang ditujukan kepada pimpinan KPK. Dalam surat itu, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan agar dipindahkan ke Lapas Cipinang.
“Kami baru mendapatkan tembusan surat dari pihak Dirjen PAS yang ditujukan kepada pimpinan KPK agar supaya terdakwa ini dipindahkan ke lapas. Sudah ada suratnya, ke Lapas Cipinang. Kami belum tahu apakah saudara penuntut umum sudah menerima itu atau tidak?,” kata Maqdir Ismail dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Hakim ketua Ni Made Sudani bertanya sudah-tidaknya jaksa KPK menerima surat dari Dirjen PAS perihal pemindahan Wawan ke Lapas Cipinang. Menurut jaksa KPK, pihaknya belum menerima surat tersebut. “Baik yang mulia hal yang sama, kami belum menerima suratnya, kami baru tahu di sini yang mulia,” ucap jaksa KPK M Asri Irwan.
“Ya sudah ini suratnya kopiannya untuk penuntut umum saja ya, karena kan penuntut umum yang perlu menyikapi ini. Intinya coba dibaca,” ujar hakim ketua Ni Made Sudani.
Sementara itu, Maqdir membacakan poin surat tersebut. Dalam poin surat itu, Wawan yang ditahan di Rutan Guntur cabang KPK agar dipindahkan ke Lapas Cipinang.
“Pada butir 2 dikatakan terkait perizinan peminjaman narapidana atas nama Tubagus Chaeri Wardana yang telah kami setujui sebelumnya untuk dititipkan di tempat tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai cabang Rutan Kelas I Cipinang di Pomdam Jaya Guntur agar dipindahkan ke Lapas Kelas I Cipinang guna kepentingan pembinaan lebih lanjut sebagaimana angka I tersebut,” ucap Maqdir.
Atas hal itu, Ni Made Sudani meminta jaksa KPK menyikapi surat tersebut agar tidak terus membahas pemindahan Wawan ke Lapas dalam sidang perkara ini. (dari berbagai sumber / IN Rosyadi)