Internasional

Jurnalis Bangladesh Dipenjara, Dituding Terbitkan Berita Hoax Harga Pangan

Samsuzzaman Shams, jurnalis suratkabar terkemuka di Bangladesh dipenjara dengan tuduhan menerbitkan berita hoax atau palsu usai memuat laporan tentang harga pangan yang tinggi menjadi viral di media sosial.

Shams, jurnalis dari Prothom Alo setiap hari muncul di pengadilan. Jaminan atas kasus itu ditolak, sehari setelah dia ditangkap.

Laporan BBC News yang dikutip MediaBanten.Com, Jumat (31/3/2023) menyebutkan, penangkapan ini berawal dari tayangan pada 26 Maret 2023, bertepatan dengan hari Kemerdekaan Bangladesh. Tayangan itu dinilai telah menodai pemerintah.

Berbagai pihak, termasuk aktivis HAM mengecam penangkapan itu dan menuduh pemerintah mencekik kebebasan pers.

Pemerintah menyangkal tuduhan itu, tetapi kelompok-kelompok aktivis mengingatkan kemerosotan kebebasan pers dan kebebasan bersuara di bawah Pemerintahan Liga Awami yang berkuasa sejak tahun 2009.

Reporters Without Borders menempatkan Bangladesh di peringkat 162 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun lalu, di bawah Rusia dan Afghanistan.

Surat kabar tempat Shams bekerja adalah harian terbesar dan paling berpengaruh di Bangladesh. Reporter itu dijemput di rumahnya di luar Dhaka pada Rabu pagi oleh petugas berpakaian preman.

Pengelola suratkabar tidak mengetahui keberadaan reporternya selama 30 jam. Polisi dan badan keamanan setempat selalu mengatakan tidak memiliki informasi tentang Shams ketika ditanyakan.

Beli Beras

Laporan yang menyebabkan penahanan Shams sesungguhnya dinilai biasa dan tidak tajam. Laporan itu soal Hari Kemerdekaan.

Dia hanya menampilkan orang-orang biasa Bangladesh yang berbicara tentang kehidupan mereka pada Hari Kemerdekaan. Salah satu kutipan dari seorang buruh yang bertanya: “Apa gunanya kebebasan ini jika kita tidak mampu membeli beras?”

Artikel Prothom Alo dibagikan oleh banyak orang. Ketika surat kabar memposting laporan di Facebook, itu menggunakan foto seseorang yang salah.

“Begitu kami menyadari kesalahan itu, kami segera mencabutnya dan mengeluarkan klarifikasi di bawah laporan (yang telah diubah),” kata Sajjad Sharif, editor eksekutif surat kabar tersebut, kepada BBC.

“Tapi kami tetap pada laporan asli. Kutipan buruh tentang harga pangan itu asli,” katanya.

Namun para pendukung Liga Awami yang berkuasa menuduh harian itu menodai citra negara karena menerbitkan berita hoax atau palsu.

Polisi juga telah meluncurkan penyelidikan terhadap editornya, Matiur Rahman, serta jurnalis video dari surat kabar tersebut dan beberapa orang lainnya di bawah Digital Security Act (DSA) yang kontroversial.

Menteri Hukum Bangladesh, Anisul Haq mengatakan Jurnalis Shams telah salah mengartikan fakta dengan niat buruk untuk menciptakan ketidakpuasan. “Kasus ini diajukan oleh individu bukan oleh pemerintah. Proses hukum akan mengikuti,” kata Haq kepada BBC.

Dia mengatakan editor dan penerbit harian itu juga bertanggung jawab atas laporan tersebut – dan itulah mengapa polisi menyelidiki mereka.

Perkembangan terbaru terjadi di tengah kekhawatiran atas dugaan pelecehan terhadap pembela hak asasi manusia dan personel media menjelang pemilu akhir tahun ini.

Koalisi Kebebasan Media, sebuah inisiatif oleh sekelompok negara Barat di Dhaka, telah menyatakan keprihatinan atas laporan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis baru-baru ini , termasuk penahanan dalam kasus Prothom Alo.

Wartawan Bangladesh mengatakan ada tekanan yang meningkat untuk pelaporan yang kritis terhadap pemerintah Sheikh Hasina. Mereka mengatakan DSA telah menciptakan budaya ketakutan.

Menurut kelompok hak media, kasus telah diajukan terhadap sekitar 280 jurnalis di bawah DSA sejak diberlakukan pada 2018.

Menteri Hukum, Anisul Haq mengatakan pemerintah bekerja dengan rumah media pada isu-isu tentang tindakan tersebut.

“Saya libatkan mereka [editor] untuk menghilangkan rasa takut. Kami berusaha mengambil best practice. Kalau DSA harus diperbaiki kami akan membuat aturan untuk melakukan itu,” katanya. (BBC / INR)

Editor Iman NR

Iman NR

Back to top button