Internasional

Krisis Haiti Semakin Parah, Terancam Perang Saudara

Tindakan Perdana Menteri (PM) Haiti, Ariel Henry yang menyerahkan dan membagi kekuasaan dengan oposisi dan menunda-tunda pemilihan umum menimbulkan krisis Hati yang mengancam perang saudara di Republik Haiti.

Keputusan PM Haiti tersebut mendapatkankan penolakan dari kelompok bersenjata lokal yang melakukan upaya terorganisir untuk menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry melalui serangan dan ancaman perang saudara jika Perdana Menteri Ariel Henry tidak mengundurkan diri.

Perdana Menteri Ariel Henry berkuasa tanpa pemilihan umum pada tahun 2021 setelah pembunuhan Presiden Haiti saat itu Jovenel Moise.

Masa jabatannya sebagai perdana menteri telah diganggu oleh kekerasan geng selama berbulan-bulan yang meningkat setelah ia gagal mengadakan pemilihan umum bulan lalu. Pemilu ditunda dengan alasan negara tidak aman dan akan membahayakan pemilihan umum tersebut.

Hal itu membuat kelompok bersenjata tidak menerima alasan tersebut karena Perdana Menteri Ariel Henry sudah sepakat untuk melaksanakan pemilihan umum.

Kemarahan diperparah dengan pengumuman Perdana Menteri Ariel Henry bahwa ia akan mundur dan menyerahkan kekuasaan kepada dewan transisi tanpa mengadakan pemilihan umum yang disepakatinya. Namun, hingga saat ini dewan tersebut belum terbentuk dan hal ini memicu serangan lebih lanjut.

Krisis Haiti diperparah dengan tidak adanya lembaga-lembaga penting yang berfungsi seperti presiden dan parlemen.

Serangan-serangan terjadi setiap harinya, masyarakat bahkan tidak dapat meninggalkan rumah mereka agar tetap aman dari serangan. Pertempuran antara kelompok bersenjata dan polisi kian hari kian memanas, jalan-jalan menjadi sepi, toko-toko menjadi tutup, dan bahkan hanya ada sedikit akses jalan yang bisa dilewati, semua jalan lainya diblokir oleh geng bersenjata.

Hingga ratusan orang memilih meninggalkan Port-au-Prince agar dapat selamat dari perang saudara ini dengan mendaftarkan nama mereka untuk dapat terbang meninggalkan Haiti. Namun mereka sulit meninggalkan Haiti karena akses pelabuhan, dan bandara internasional kota yang telah ditutup.

Krisis yang terjadi saat ini dapat dikatakan sebagai krisis yang paling menghancurkan bagi masyarakat Haiti beberapa tahun terakhir ini. Hal itu mengakibatkan sekitar 5,5 juta masyarakat Haiti membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk keberlangsungan hidup mereka.

PBB sudah berupaya untuk dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan membentuk tim misi keamanan multinasional di Haiti yang dipimpin oleh Kenya yang akan berkoordinasi dengan kepolisian nasional Haiti dan membangun jembatan udara antara Port-au-Prince dan Santo Domingo.

PBB telah menyetujui misi ini pada Oktober 2023, tetapi pemerintah Kenya belum mengirim pasukanya hingga saat ini. Sebelumnya Kenya telah bersedia mengirim sejumlah 1.000 pasukan personel untuk misi ini pada Juli 2023.

Namun hingga saat ini, misi tersebut belum terlaksana karena alasan yang belum disebutkan. Dan pembangunan jembatan memiliki kendala karena akses jalan yang akan digunakan banyak terblokir.

Solusi yang dapat dilakukan guna mengatasi konflik ini adalah pemerintah Haiti perlu bekerja sama dengan organisasi internasional dan masyarakat sipil untuk membangun keamanan dan stabilitas di negara ini.

Dukungan dalam bentuk bantuan kemanusiaan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur sangat penting untuk memulihkan kehidupan masyarakat Haiti.

Selain itu, upaya pencegahan konflik politik dan peningkatan resiliensi terhadap bencana alam juga harus menjadi fokus utama.

Duta Besar RI Untuk Kuba yang merangkap Persemakmuran Bahama, Republik Dominika, Republik Haiti dan Jamaika. Nana Yuliana meminta tujuh warga negara Indonesia (WNI) di ibu kota Port-au-Prince, Haiti, untuk segera meninggalkan negara itu mengingat semakin memburuknya situasi keamanan.

Jika situasi di Haiti semakin memburuk maka pihak KBRI telah menyiapkan beberapa alternatif untuk mengevakuasi 7 WNI yaitu melalui jalan darat dari Port-au-Prince, Haiti ke Republik Dominika yang berbatasan dengan Kuba.

Dikarenakan evakuasi melalui darat merupakan jalan alternatif satu-satunya saat ini mengingat bahwa jalur udara ditutup. (*)

Berita ini dibuat oleh Kelompok 6 Kelas 4E Ikom Fisip Untirta yang terdiri dari Adlina Mazaya, Shaira Kayla, Maulidiya Shalsabila, Muhammad Rif’an, Fajar Ardiyanto.

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button