Internasional

MSF Kerahkan 500 Medis Tangani Korban Gempa Turki – Suriah

Medecins Sans Frontieres (MSF) atau Doctors Without Borders mengerahkan 500 anggota medis di Suriah untuk mendukung rumah sakit menangani para korban gempa Turki – Suriah berskala 7,8 magnitudo.

Rilis MSF yang diterima MediaBanten.Com, Rabu (15/2/2023) menyebutkan, perkiraan terbaru korban tewas akibat gempa yang meluluhlantakan Turki sdan Suriah telah mencapai 35.000 orang.

Rumah sakit Doctors Without Borders di Atmeh, yang biasanya mengkhususkan diri dalam merawat luka bakar yang parah, telah memberikan banyak sumbangan peralatan medis dan non medis dan memperbantukan ahli bedahnya ke beberapa rumah sakit di wilayah tersebut.

Selain itu, banyak donasi telah diberikan dari proyek lokal Doctors Without Borders ke 30 rumah sakit di wilayah tersebut.

“Pada tanggal 6 Februari, kami langsung paham bahwa kami sedang menghadapi situasi bencana,” jelas Mohammad Darwish, wakil direktur rumah sakit Doctors Without Borders Atmeh.

“Kehancuran sangat besar di daerah tersebut, kami meluncurkan rencana darurat kami kurang dari 3 jam setelah gempa bumi pertama dan membuat staf kami waspada,” ujarnya.

Tim Atmeh mulai mengirimkan peralatan medis ke 10 rumah sakit di wilayah tersebut, ke Bab al-Hawa, Darat Izza, Idlib, bahkan ke Atarib.

“Semua rumah sakit kewalahan, termasuk rumah kami,” jelas Samih Kaddour, direktur rumah sakit Aqrabat, spesialis bedah ortopedi dan rekonstruktif.

Tim Doctors Without Borders adalah yang pertama membantu dan membagikan sumber daya mereka. Mereka memberi kami materi, termasuk membuat gips dan mensterilkan luka.

“Kami menerima 800 orang di ruang gawat darurat, 250 di antaranya membutuhkan perawatan bedah. Bahkan hari ini [Sabtu 11 Februari], yang terluka terus berdatangan.

Ahli bedah Doctors Without Borders dari rumah sakit juga dikirim ke fasilitas kesehatan tertentu di wilayah tersebut untuk membantu rekan mereka yang menangani sejumlah besar orang yang terluka.

“Saya pergi ke rumah sakit yang berlokasi di sekitar Turki,” jelas Dr Mohammad Zaitoun.

Karena penutupan perbatasan, dan ketidakmungkinan menerima dukungan eksternal atau memindahkan yang terluka. Banyak yang terluka, tenaga medis kelelahan.

“Kami melakukan yang terbaik bersama tim Doctors Without Borders di Atmeh. Sebagai seorang ahli bedah, saya berada di ruang operasi. Kami belum pernah menyaksikan masuknya orang-orang yang terluka seperti itu, kecuali mungkin selama pengeboman atau pembantaian yang terjadi di wilayah tersebut,” ujarnya.

Ambulans dari rumah sakit Atmeh juga dilibatkan. Mereka mentransfer pasien antar rumah sakit. Sedangkan untuk klinik keliling Doctors Without Borders.

Tim yang membentuk klinik keliling ini telah bekerja secara teratur selama beberapa tahun, memberikan perawatan kesehatan kepada orang-orang yang tinggal di banyak kamp di wilayah tersebut, yang menampung para pengungsi akibat perang.

Mereka saat ini mengunjungi tempat-tempat di mana orang-orang yang kehilangan rumah berlindung setiap hari, baik di Sarmada, Kammouneh atau Al Dana.

“Orang-orang di wilayah itu membutuhkan segalanya. Kami segera membuka gudang logistik dan membagikan ratusan barang kebutuhan pokok, namun itu tidak cukup,” ujarnya.

Dalam waktu dekat, tim Doctors Without Borders menggunakan stok darurat, sambil menunggu pasokan internasional, yang terhambat oleh ketegangan politik di sekitar wilayah yang terkurung daratan ini.

Hingga gempa bumi, Bab al-Hawa adalah satu-satunya titik persimpangan untuk bantuan kemanusiaan dari Turki ke wilayah Suriah barat laut yang terkurung daratan ini.

“Hampir seminggu setelah gempa, kami belum menerima bantuan dari luar,” sesal Moheed Kaddour, direktur rumah sakit di Atmeh, dan saudara laki-laki Samih Kaddour.

Di Suriah barat laut, gempa bumi ini mengganggu wilayah yang sudah memiliki lebih dari 2 juta orang terlantar yang tinggal di pengungsian dan akses ke perawatan kesehatan kurang.

“Sembilan hari setelah gempa bumi, kami masih dimobilisasi untuk merawat pasien kami, kata Moheeb Kaddour.

“Kami masih melakukan operasi penyelamatan jiwa pada korban crush syndrome atau cedera yang mengakibatkan remuknya bagian tubuh tertentu. Patologi ini, yang diakibatkan oleh kompresi otot yang berkepanjangan, bisa berakibat fatal dengan menyebabkan kejenuhan dan gagal ginjal. Situasinya tak terlukiskan dan untuk saat ini, kami sendirian,” katanya. (Cici Riesmasari, Communications and LO Indonesia MSF)

Editor: Iman NR

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button