ODOT SMAN 4 Serang Dituding Memaksa, Siswa: Enggak Bayar, Disindir
Program One Day One Thousand atau ODOT di SMAN 4 Kota Serang kembali jadi sorotan tajam. Sejumlah siswa mengaku terbebani dengan iuran harian sebesar Rp1.000 yang dinilai dipaksakan dan tidak jelas penggunaannya.
Seorang siswa yang meminta identitasnya dirahasiakan mengatakan bahwa meski disebut “sukarela”, praktiknya terasa seperti kewajiban. Siswa yang tidak membayar kerap mendapat tekanan verbal dari guru.
“Kalau enggak bayar, kadang guru nyindir di depan kelas. Jadi ya seolah-olah wajib,” ujarnya saat ditemui, Selasa (8/7/2025).
Lebih lanjut, ia menyebut adanya perlakuan diskriminatif terhadap uang yang disetor. Uang kertas dalam kondisi sedikit rusak, meski masih layak, ditolak dan dicatat nol.
“Di kelas saya, ada uang yang ditolak karena katanya jelek. Jadi walaupun sudah bayar, tetap enggak dihitung,” ungkapnya.
Dana ODOT Mengalir, Tapi Penggunaan Tak Transparan
Siswa tersebut juga menyebut bahwa sebelumnya Odot dikelola oleh salah satu siswa bernama Putri, namun kini dikendalikan oleh guru berinisial “RN”. Sayangnya, pengalihan itu tidak disertai perbaikan sistem pelaporan atau transparansi.
Dengan jumlah siswa 47 orang per kelas, potensi dana harian bisa mencapai Rp47 ribu. Jika dikalikan seluruh kelas dan hari efektif, nominalnya bisa mencapai jutaan rupiah per minggu. Namun, siswa mempertanyakan ke mana larinya dana tersebut.
“Katanya 60 persen untuk pembangunan masjid, sisanya untuk kegiatan siswa. Tapi masjid enggak selesai-selesai, ekskul juga enggak pernah dikasih dana,” ucapnya.
Ia bahkan menyebut, permintaan dana lomba siswa kerap ditolak dengan dalih ‘tidak ada anggaran’, meski dana iuran terus berjalan.
Sekolah Klaim Sukarela, Tapi Realita Berkata Lain
Pelaksana Tugas atah Plt Kepala SMAN 4 Kota Serang, Nurdiana Salam, membantah tudingan paksaan. Ia menegaskan bahwa iuran ODOT hanya dilakukan empat kali seminggu, dan bersifat sukarela.
“Demi Allah, Enggak ada paksaan. Mau nyumbang atau tidak, silakan,” ujarnya.
Dana, lanjutnya, disalurkan ke Dewan Keluarga Siswa (DKS), dan sebagian melalui OSIS. Dengan jumlah siswa lebih dari 1.400 orang, potensi dana yang terkumpul per hari bisa melampaui Rp1 juta.
Sementara itu, Wakasek Kesiswaan, Siti Jahrotulain, juga menepis adanya unsur pemaksaan.
“Semua bebas. Ada yang ngasih Rp2.000, ada juga yang enggak ngasih sama sekali,” katanya.
Namun pernyataan ini kontras dengan kesaksian siswa, yang mengungkap adanya tekanan verbal dan perlakuan tidak adil bagi yang tidak menyetor.
Abdul Hadi











