Pelajaran Perjanjian Renville Untuk Indonesia Era Modern
Perjanjian Renville adalah peristiwa penting dalam sejarah yang menunjukkan bagaimana diplomasi dapat menghasilkan yang tidak selalu menguntungkan ketika posisi tawar kita lemah.
OLEH: ADELIA NAURA *)
Tujuan dari perjanjian ini yang ditandatangani pada 17 Januari 1948 adalah untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda.
Meskipun demikian, hasilnya tidak memuaskan karena Indonesia harus mengakui sebagian wilayahnya sebagai wilayah pendudukan Belanda.
Ketika Perjanjian Renville memaksa Indonesia untuk menyerahkan wilayahnya kepada Belanda, mereka warga Indonesia kehilangan rasa kedaulatan dan wilayah yang seharusnya mereka miliki.
Ini menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan militer Indonesia yang percaya bahwa perjanjian tersebut menguntungkan Belanda dan tidak mempertimbangkan kehendak rakyat Indonesia.
Kegagalan pemerintah untuk melindungi kepentingan nasional akan menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat jika pemerintah kehilangan wilayah atau tidak dapat mempertahankannya. ‘\
Saat itu, Indonesia sedang berjuang mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda yang ingin tetap berkuasa di Nusantara.
Meskipun perjanjian ini lebih menguntungkan Belanda, pengalaman dari perjanjian ini dapat memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan internasional saat ini.
Di era globalisasi dan persaingan geopolitik, Indonesia menghadapi berbagai tekanan dari negara-negara besar, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.
Pelajaran dari Perjanjian Renville membantu kita memahami pentingnya negosiasi dan kompromi, terutama saat situasi tidak sepenuhnya menguntungkan.
Pada saat itu, Indonesia menerima beberapa syarat yang menguntungkan Belanda karena mereka tidak memiliki banyak pilihan.
Meskipun sulit, ada saat-saat di mana persetujuan diperlukan untuk bertahan hidup. Kita dapat melihat bagaimana Indonesia menggunakan pelajaran ini dalam diplomasinya di Laut China Selatan.
Meskipun laut tersebut merupakan wilayah penting, negara-negara besar juga bersaing dengannya. Indonesia tetap netral dan mempertahankan hubungan baik dengan Tiongkok dan anggota ASEAN lainnya.
Indonesia juga menerapkan kerjasama positif dengan ASEAN seperti Komisi Tiga Negara (KTN) yang menjadi perantara dalam Perjanjian Renville, Indonesia sekarang sering bertindak sebagai perantara di ASEAN.
Indonesia bertindak berdasarkan prinsip “bebas dan aktif” untuk menjaga perdamaian di Asia Tenggara dan menghindari konflik besar.
Ini terlihat dalam upayanya untuk menyelesaikan konflik di Myanmar dan memastikan ketenangan di Laut China Selatan.
Metode ini memungkinkan Indonesia untuk mempertahankan keseimbangan dalam hubungannya dengan anggota ASEAN dan kekuatan besar.
Di masa lalu, Belanda memanfaatkan keunggulan ekonomi mereka untuk menghambat Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi sering digunakan untuk diplomasi.
Sekarang, ekonomi Indonesia juga berada di bawah tekanan, terutama dari Tiongkok dan AS. Sebagai contoh, banyak investasi asing masuk ke Indonesia, terutama proyek besar dari Tiongkok. Sambil mempertahankan hubungan yang positif dengan investor, Indonesia juga harus berhati-hati agar ketergantungan ekonominya tidak mengancam kemandirian negara.
Meski terpaksa berkompromi dalam Perjanjian Renville, Indonesia tetap mempertahankan kedaulatannya. Ini mengajarkan bahwa, walaupun bernegosiasi, ada prinsip yang tidak boleh diabaikan.
Di era sekarang, Indonesia menerapkan prinsip ini dalam mempertahankan Papua sebagai bagian dari Indonesia. Meski mendapat sorotan internasional, Indonesia tetap menjaga kedaulatan atas Papua sebagai bagian dari wilayah nasional.
Setelah Perjanjian Renville, diplomasi Indonesia menjadi lebih baik dan dapat mengubah situasi internasional. Indonesia semakin mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dunia.
Negara ini tidak hanya memperjuangkan kedaulatan politik, tetapi juga berusaha menyeimbangkan kepentingan nasional dengan masalah internasional seperti hak asasi manusia dan perubahan iklim.
Indonesia berusaha mengimbangi kepentingan nasionalnya dengan tekanan internasional dan berpartisipasi dalam organisasi internasional seperti PBB.
Diplomasi Indonesia yang lebih matang ini menunjukkan kemajuan yang telah dicapai sejak Perjanjian Renville.
Ini membuat Indonesia lebih cerdas dalam membuat strategi untuk menghadapi tantangan global sambil tetap mempertahankan kedaulatan.
Perjanjian Renville memberi banyak pelajaran penting dalam sejarah diplomasi Indonesia. Meskipun hasilnya tidak sepenuhnya adil bagi Indonesia, pengalaman ini mengajarkan kita untuk lebih cermat, tegas dalam menjaga kedaulatan, dan tetap berperan dalam menjaga perdamaian.
Pelajaran ini sangat relevan dalam menghadapi tantangan internasional di era globalisasi. Indonesia harus terus berupaya menjaga keseimbangan antara kerja sama internasional dan perlindungan terhadap kedaulatan nasional.
Dengan belajar dari sejarah, kita bisa menghadapinya dengan lebih bijaksana dan siap menghadapi berbagai tantangan global. (**)
*) ADELIA NAURA adalah mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Komunikasi FISIP Untirta.