Anwar Usman dan Saldi Isra dilantik sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) masa jabatan 2023 – 20208 di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta, Senin (20/3/2023). Pelantikan itu dihadiri Presiden RI, Joko Widodo.
Pengangkatan Anwar Usman menjadi Ketua MK didasarkan pada Keputusan MK RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2023.
Sedangkan pengangkatan Saldi Isra didasarkan pada Keputusan MK RI Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2023.
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa,” demikian penggalan sumpah yang dibacakan oleh Anwar Usman dan Saldi Isra.
Usai prosesi pengambilan sumpah jabatan dan penandatanganan berita acara yang dilakukan di hadapan sembilan hakim konstitusi, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan tamu undangan lainnya kemudian memberikan ucapan selamat kepada Anwar Usman dan Saldi Isra.
Turut mendampingi Presiden dalam acara ini, antara lain, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Koordinato Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.
Menurut laman Mahkamah Konstitusi RI, Anwar Usman di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 31 Desember 1956 dan memperistri Suhada. Pernikahannya dikarunia 3 anak bernama Kurniati Anwar, Khairil Anwar dan Sheila Anwar.
Mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975, tidak membatasi langkah Anwar Usman menjadi seorang Hakim Konstitusi seperti sekarang.
Keterpilihannya sebagai pengganti M. Arsyad Sanusi, dipandang jalan takdir yang dipilihkan Allah SWT untuknya.
“Saya sama sekali tak pernah membayangkan untuk mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden. Saya juga tak pernah membayangkan bisa terpilih menjadi salah satu hakim konstitusi,” katanya.
Anwar yang dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat, mengaku dirinya terbiasa hidup dalam kemandirian. Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.
Lulus dari PGAN pada 1975, atas restu Ayahanda (Alm.) Usman A. Rahim beserta Ibunda Hj. St. Ramlah, Anwar merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru.
Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1. Ia pun memilih Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984.
Selama menjadi mahasiswa, Anwar aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo. Selain sibuk dalam kegiatan perkuliahan dan mengajar, Anwar tercatat sebagai anggota Sanggar Aksara.
Dia sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S. Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980.
Keterlibatan Anwar dalam film yang meledak pada 1980 tersebut, menuai kritik dari orangtuanya. “Ketika Bapak saya tahu, saya dimarahi. Kata beliau, ‘Katanya ke Jakarta untuk kuliah, ini malah main film’,” kenangnya sambil tersenyum.
Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985.
Sosok sederhana ini menganggap prestasi tertingginya dalam dunia peradilan sebagai hakim konstitusi, jauh dari bayangannya selama ini.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 , Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
Namun, Anwar mengakui tidak asing dengan lembaga peradilan yang berdiri sejak 2003 ini. Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat.
“Saya sudah sering berkomunikasi dengan Pak Hamdan sejak beliau menjadi Anggota Komisi II DPR. Begitu juga halnya dengan Pak Akil (M. Akil Mochtar, red.). Sementara itu, dengan Pak Fadlil (Ahmad Fadlil Sumadi, red.) karena kami pernah bersama-sama di Mahkamah Agung,” ujarnya.
Menurut Anwar, semenjak Mahkamah Konstitusi berdiri ia selalu mengikuti perkembangan lembaga yang dipimpin oleh Moh. Mahfud MD tersebut sehingga tidak sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan di MK.
“Saya langsung beradaptasi. Apalagi Pak Ketua langsung mengajak saya untuk ikut bersidang sesaat setelah saya mengucapkan sumpah di hadapan Presiden. Saya dengar dari teman-teman Kepaniteraan bahwa sidang di MK terkadang sampai tengah malam. Tentu saya pun siap untuk itu,” paparnya. (INR)
Editor Iman NR