Neli Fori Karliana dan bersama 178 calon pengawas dan calon kepala sekolah menengah di Banten sudah 4 tahun menanti kepastian nasib untuk dilantik jadi pengawas dan kepala sekolah defintif. Bahkan, setahun terakhir dikabarkan, draft SK sudah di meja Pj Gubernur Banten.
Meski sudah di meja Pj Gubernur Banten, nasib calon pengawas dan calon kepala sekolah hingga sekarang tidak mendapatkan kepastian soal nasib mereka.
“Di grup WA, kami berwacana untuk mengirimkan surat pengaduan kepada Mendagri dan Presiden RI. Ya, kami juga manusia pak, tapi itu baru wacana di grup WA,” kata Neli Fori Karliana, calon pengawas dari SMAN 2 Pandeglang dalam Chanel Youtube BantenPodcast, dikutip MediaBanten.Com, Minggu (30/10/2022).
Neli, calon pengawas itu sudah 33 tahun mengajar dan kini aktif mengajar di SMAN 2 Kabupaten Pandeglang. Proses pengusulan menjadi calon pengawas sudah sejak 2019.
“Terakhir, kami dari calon pengawas dan calon kepala sekolah harus menjalani pendidikan dan latihan atau Diklat pada November – Desember 2021. Hasilnya diberikan sertifikat kelayakan atas jabatan itu. Saya kebetulan lulusan dengan nilai sangat memuaskan,” kata Neli.
Katanya, kebutuhan pengawas untuk pendidikan menengah lebih 200 orang. Sedangkan penyaringan yang dilakukan Dindikbud Banten baru 178 orang.
Idealnya, satu pengawas menjalankan tugasnya untuk 5-7 sekolah. Ada yang menyebutkan 10 sekolah.
Hanya kondisi ketidakpastian ini baru kali ini terjadi. “Saya bertanya kepada pengawas yang dulu, mereka mengatakan, belum pernah mengalami peristiwa ketidakpastian seperti ini, termasuk adanya Diklat. Soal Diklat, itu proses baru,” katanya.
Dampak tidak adanya pengawas sangat tidak baik. Misalnya, penggunaan uang mulai dari BOS dam Bosda dan dana yang lainnya jika tidak diawasi akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan.
Juga pengawasan sangat dibutuhkan dalam manajemen sekolah mulai dari penerapan kurikulum, silabus pengjaran hingga pembinaan murid-murid.
“Ini pernah dikeluhkan oleh pejabat-pejabat di Dindikbud Banten dalam pelaksanaan manajemen dan keuangan sekolah. Saya menilai itu akibat tidak adanya pengawas. Jika ada pengawas, sekecil apapun persoalannya sudah bisa diidentifikasi sejak awal,” katanya.
Kondisi parah dialami SMA dan SMKN yang kepala sekolahnya banyak dijabat oleh Plt. “Jadi satu orang menjabat dua sekolah. Satu kepala sekolah definitif dan satu lagi sebagai Plt. Jaraknya lumayan Pak. Ini kondisi tidak bagus bagi pendidikan,” katanya.
Para calon pengawas ini juga sudah lama mendapatkan informasi bahwa draft SK sudah berada di meja Pj Gubernur Banten.
“Saya kecewa karena alasan apa, kami tidak kunjung dilantik. Kami juga manusia, meski kami harus memberikan teladan yang baik. Seharusnya, apapun keputusannya, mohon dijelaskan kepada kami,” ujarnya.
Surat permohnan beraudiens sebenarnya sudah dikirimkan dua kali. Pertama, langsung dikirimkan ke Pj Gubernur Banten. Kedua, kami ditegus dan diminta mengirimkan lagi surat, tetapi ditujukan kepada Pj Sekda Banten.
“Kami patuhi prosedur itu, tetapi hingga sekarang kami merasa diabaikan. Tak diperhatikan oleh pejabat yang seharusnya mengayomi kami. Sementara usia kami terus bertambah,” katanya.
“Kami ingin ngobrol, kenapa sampai begini. Timbul pemikiran macam-macam. Alasannya apa, anggaran tidak mencukup, sehingga harus menunggu, termasuk wacana mengirimkan surat ke Mendagri dan Presiden,” katanya. (BantenPodcasat / Editor: Iman NR)