Pilpres 2024, Berlangsung 1 Atau 2 Putaran?
Apakah Pilpres 2024 ini akan berlangsung 1 atau 2 putaran? Data survei terbaru telah dirilis oleh LSI, diakhir bulan Januari 2024. Pasangan 02 berhasil mencapai 50.7%. Pasangan nomor urut 1 diangka 22% dan pasangan nomor urut 3 mencapai 19.7%.
OLEH: ANDIKA HAZRUMY *)
Tentu saja di atas kertas, pasangan 02 berpeluang memenangi pilpres 1 putaran, jika pun terjadi dinamika politik yang lebih tajam, sehingga mengubah jalannya pilpres memasuki 2 putaran, nampaknya pasangan 02 akan memperoleh kemenangannya.
Sisanya, yakni suara yang belum menentukan pilihannya dalam survey tersebut belum signifikan dalam mempengaruhi perolehan kemenangan pasangan 02.
Terlepas setuju atau tidak dengan hasil “nujum” ilmiah tersebut, hal ini menjadi catatan menarik untuk masuk lebih dalam pada pembahasan kualitas demokrasinya.
1 atau 2 putaran adalah prediksi kemenangan yang berorientasi pada kekuasaan. Baik pada keterpilihan calon presiden maupun legitimasi kekuasaan yang dihasilkan oleh rakyat secara langsung sebagai pemilik kedaulatan.
Persoalannya adalah bagaimana kualitas demokrasi yang dihasilkan dalam rotasi kekuasaan yang berlangsung. Mengingat begitu mahalnya biaya yang digelontorkan.
Pemilu 2024 yang dijadwalkan serentak pada tanggal 14 Februari untuk memilih Prsiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota menelan dana sekitar Rp76,6 triliun.
Sementara itu, anggaran Pilkada Serentak 2024 di Banten untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota, dipersiapkan melalui dana cadangan Pemilu sebesar Rp596.471.294.000,00 untuk membiayai kebutuhan logistik, honorarium dan pengamanan pemilu.
Dana peruntukkan pemilu ini telah dipersiapkan secara bertahap sejak tahun 2022 lalu. Perlu diingat juga bahwa biaya ini belum termasuk cost politik yang dikeluarkan para kontestan pemilu, baik dalam konteks pemenangan maupun biaya untuk “mempengaruhi” calon pemilih.
Kekuasaan adalah puncak dari capaian politik. Dalam demokrasi, untuk mendapatkan kekuasaan harus tunduk pada aturan main bersama, yakni politik hukum pemilu yang menyatakan bahwa kekuasaan dijalankan berdasarkan mandat dari keinginan dan kehendak rakyat.
Sejauhmana masyarakat pemilih menyadari tanggungjawab dan kesadarannya dalam memilih adalah momentum vital untuk membangun prediksi yang jauh lebih dalam, yakni demokrasi berkualitas dan berkelanjutan.
Secara normatif, ukuran dari suatu kualitas demokrasi sudah diketahui bersama, diantaranya adalah pemilu berjalan secara fair dan berintegritas. Secara empirik bisa jadi implementasinya tidak seakurat dalam catatan legal, formal dan proseduralnya.
Ada nada-nada sinis terhadap derajat kualitas pemilu yang berlangsung, seperti kemenangan kontestan pemilu jangan-jangan ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi?
Dan kemenangan kontestan pemilu ditentukan oleh pilar kelima demokrasi, yakni uang? Kedepan, persoalan ini perlu menjadi perhatian bersama, terutama partai politik.
Partai politik mesti menjadi sarana dan fasilitator kedewasaan mencapai substansi demokrasi. Tidak melulu berurusan dengan capaian kekuasaan dan pernak-pernik didalamnya.
Pemilu mendatang rasanya perlu bertransformasi kearah digitalisasi, yaitu e-voting. Negara-negara demokratis yang telah menggunakan model pemilu berbasis digital, diantaranya di Amerika dan India, ada catatan penting.
Hasil pemilu lebih akurat, lebih terpercaya dan menghemat hampir 50% pembiayaan dari pemilu berdasarkan manual. Solusi keamanan data yang menjadi persoalan utama e-voting juga telah terpenuhi dengan baik.
Bagaiamana dengan persiapan transformasi pemilu digital di Indonesia? Pada masa mendatang nampaknya kebutuhan digitalisasi pemilu tidak akan bisa terhindarkan, ketika semua sendi kehidupan berbangsa saat ini tidak ada yang tidak tersentuh oleh basis digital. (**)
*) ANDIKA HAZRUMY adalah akademisi sekaligus politisi muda yang pernah menjadi Wakil Gubernur Banten. Dan saat ini tengah bersiap kembali mengikuti kontestasi pada Pemilu 2024.