Opini

Hak Angket Terkait Pilpres 2024, Perlukah?

Perlukah hak angket terkait Pilpres 2024 yang gencar disuarakan saat ini? Hak angket ini dilatar belakangi oleh adanya anggapan adanya konspirasi kecurangan yang menguntungkan pasangan 02 dan merugikan dua pasangan lainnya.

OLEH: ANDIKA HAZRUMY *)

Sebenarnya agak janggal usulan hak angket dan logika yang melatarbelakanginya.

Pertama, jika ada logika kecurangan, bukankah ada saksi dari setiap partai politik di setiap TPS. Di samping perbedaan jumlah suara yang begitu jauh antara pasangan 02 dengan kedua pasangan lainnya, hal ini menyimpulkan suara mayoritas rakyat telah memutuskan pilihannya.

Kedua, untuk mendapatkan kepastian hukum ada tidaknya pelanggaran (kecurangan) Pilpres 2024 seharusnya ditempuh jalur hukum, bukan jalur politik (hak angket).

Jalur hukum, sesuai amanat konstitusi UUD 1945, hanya ada dua jalur. Pertama adalah Bawaslu untuk menengahi persoalan prosedural pemilu dan kedua adalah jalur Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menengahi persoalan hasil pemilu.

Ketiga, bukankah sudah diatur oleh UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu bahwa meteri tentang pemilu (baik dugaan kecurangan atau pelanggaran pemilu menjadi wewenang Bawaslu).

Gencarnya usulan hak angket oleh pasangan presiden 03 dan 01 nampak menjadi isu elit politik yang tidak mengakar ke masyarakat di level bawah. Hal ini dapat dilihat dari tidak ada respon yang signifikan dari akar rumput terkait usul dari pihak-pihak yang “kalah”.

Dari hari ke hari, perdebatan isu hak angket hanya diisi oleh para elit politik dan para pakar yang terindikasi terafiliasi kepada kelompok-kelompok politik tertentu.

Usulan hak angket ini sendiri terus berpacu dengan waktu. Proses usulan hak angket bisa memakan waktu berbulan-bulan, sementara pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Jokowi akan berakhir pada bulan Oktober tahun ini.

Timbulah masalah etika dari usulan hak angket yang tak disadari oleh para elit politik pendukungnya, yakni ingin disegerakan usulan ini di tengah perhitungan suara Pilpres dan Pileg belum rampung secara manual. Perlu diingat bahwa perhitungan sah yang diakui oleh undang-undang adalah hasil hitung manual.

Siap menang, harus siap kalah. Masyarakat memerlukan tauladan dan contoh yang baik dari para pemimpin negeri dalam kompetisi yang sehat. Mengakui kekalahan dan memberikan selamat kepada pemenang adalah sikap patriotik dan demokratis.

Usulan hak angket yang sekarang tengah gencar bergulir menjadi “penampakan” atas konflik membangun bargaining position dalam kerangka membentuk keseimbangan kekuasaan baru.

Sejarah panjang partai-partai politik di negeri ini, bukankah tidak selalu siap menjadi oposisi?

Artinya, usulan hak angket adalah bentuk lain dari “cawe-cawe” elit politik pasca pilpres untuk menentukan posisinya pada pemerintahan pasca Jokowi dan menjadi langkah yang perlu dipersiapkan pada tahun 2029 mendatang?

Pasca pilpres seharusnya menjadi momentum baru bagi seluruh elit politik dan masyarakatnya untuk memandang dan mempersiapkan langkah-langkah bersama membangun Indonesia agar lebih kuat dan sejahterah.

Dibutuhkan soliditas para pemimpin negeri ini untuk segera menyelesaikan persoalan yang saat ini mendera masyarakat. Harga beras yang melonjak dan kelangkaan beras menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan.

Persoalan kebencanaan juga harus menjadi prioritas saat ini, dan berbagai persoalan lainnya. Persoalan kekuasaan akan ada agendanya, setiap lima tahun sekali. Tidak perlu menjadi konflik yang berkepanjangan, apalagi menjadi konflik horizontal. (**)

*) ANDIKA HAZRUMY adalah akademisi sekaligus politisi muda yang pernah menjadi Wakil Gubernur Banten. Dan saat ini tengah bersiap kembali mengikuti kontestasi pada Pemilu 2024.

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button