Opini

Tahun Suram, Harga Beras Melejit Membuat Rakyat Menjerit

Tahun 2024 menjadi tahun yang suram bagi masyarakat Indonesia. Harga beras, komoditas pangan utama ini mengalami lonjakan signifikan yang memicu gelombang protes di seluruh negeri. Rakyat menjerit kelaparan, sementara pemerintah tampak terlambat dalam mengatasi situasi ini.

OLEH: KELOMPOK 3 KELAS 4E IKOM FISIP UNTIRTA *)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras pada Februari 2024 mencapai rata-rata Rp 15.000 per kilogram, meningkat hampir 50% dibandingkan harga rata-rata tahun sebelumnya.

Kenaikan harga ini menyebabkan beban berat bagi masyarakat, terutama kalangan berpenghasilan rendah yang menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk pangan.

Situasi ini diperparah oleh fenomena iklim ekstrem yang melanda Indonesia sepanjang tahun 2023. El Nino kuat menyebabkan kekeringan berkepanjangan di beberapa daerah sentra produksi beras, sementara La Nina menyebabkan banjir dan tanah longsor di daerah lain.

Akibatnya, produksi beras dalam negeri menurun drastis, hanya mencapai 32 juta ton pada 2023, jauh di bawah target 38 juta ton.

Untuk menutupi defisit, pemerintah terpaksa mengimpor beras dalam jumlah besar. Namun, upaya ini terhambat oleh kelangkaan pasokan global dan peningkatan permintaan dari negara-negara lain yang juga mengalami krisis pangan. Harga beras impor pun melambung tinggi, mencapai US$ 600 per metrik ton pada awal 2024.

Dampak dari kenaikan harga beras sangat dirasakan oleh masyarakat. Laporan dari Lembaga Survei Indonesia mencatat, sebanyak 65% responden mengaku kesulitan membeli beras dan terpaksa mengurangi konsumsi nasi. Kasus gizi buruk dan malnutrisi meningkat, terutama di daerah-daerah miskin.

Gelombang protes pun tak terelakkan. Demonstrasi besar-besaran terjadi di Kota Sukabumi, yaitu pada tanggal 08 Maret 2024 dari Aliansi Mahasiswa Sukabumi bergerak menyoroti mahalnya harga beras saat ini dengan masyarakat yang menuntut pemerintah untuk segera menstabilkan harga beras dan menjamin ketahanan pangan nasional. Sayangnya, respons pemerintah dinilai lambat dan kurang efektif.

Program bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai dan beras sejahtera tidak mampu mengatasi krisis secara signifikan. Bahkan, terdapat laporan penyelewengan distribusi bantuan di beberapa daerah.

Upaya diversifikasi pangan dengan menggalakkan konsumsi sumber karbohidrat lain seperti singkong dan sagu juga belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Krisis ini menyadarkan bahwa ketahanan pangan nasional masih rapuh dan rentan terhadap guncangan eksternal. Kebijakan pertanian yang kurang visioner, infrastruktur yang buruk, serta minimnya investasi di sektor ini menjadi akar permasalahan yang harus segera diatasi.

Pemerintah harus segera mereformasi sistem pertanian nasional dengan memperhatikan aspek-aspek seperti pengembangan teknologi modern, perbaikan irigasi, serta diversifikasi tanaman pangan. Selain itu, kerja sama internasional dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan global juga sangat diperlukan.

Jika tidak, Indonesia akan terus terperosok dalam krisis pangan berkepanjangan, dengan rakyat yang terus menjerit kelaparan. Inilah kisah kelam yang harus kita hindari, demi masa depan bangsa yang sejahtera dan bebas dari ancaman kelaparan. (**)

*) OPINI ini dibuat oleh Kelompok 3 kelas 4E Ikom Fisip Untirta yang terdiri dari Halenza Mutiara Stefani, Dennis Dita Praditia, Syifa yunia Briliani, Mahdi Reza Zulfany dan Salwa Salsabila.

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button