Opini

Bahasa Rindu Tuhan

Terkadang yang membuat kita gelisah, resah, dan galau bukanlah musibah yang mengujinya. Melainkan bahasa rindu Tuhan yang gagal untuk dipahami.

OLEH: EKO SUPRIATNO *)

Beruntunglah kita semua menyembah Tuhan yang mengerti semua bahasa hamba-Nya, bahkan bahasa tetesan air mata pun Tuhan mengetahuinya.

Memang tak mudah untuk mencapai titik pemahaman tentang Tuhan yang dalam bahasa paling jamak di tengah masyarakat kita di sebut Gusti Allah. Butuh laku spiritual, jalan ruhani, jalan kalam, butuh kejernihan pikiran dan akal.

Tak jaminan orang yang tampak beragama dan religius mampu memahami apa itu Allah. Padahal Allah bagian diri sendiri.

Sebenarnya, karuhun dan leluhur kita banyak meninggalkan pesan yang tersirat, apalagi tersurat agar anak cucunya mudah memahami, bagaimana menyatu dengan semesta dan memahami diri.

Kadang kita perlu gunakan bahasa agama, kadang bahasa ilmiah, kadang bahasa kalam ruhani. Karena ‘keberadaan sejati’ itu meliputi semuanya.

Bahasa yang pertama di ketahui oleh manusia adalah bahasa ibu. Dan bahasa ibu berasal dari Tuhan yang menciptakan ibu, dan bahasa itu sendiri. Jadi mau berdo’a pakai bahasa apapun Tuhan maha mengerti. Termasuk yang maaf bisu, henghong dan tuli, berdo’a pakai hati Tuhan pun tahu.

Bahasa Manusia

Berbicara tentang bahasa, banyak orang yang menganggap bahwa itu adalah sekedar kata-kata yang keluar dari mulut sebagian orang dan didengarkan oleh sebagian yang lainnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar bahasa manusia, bahasa tubuh, bahasa alam, bahasa pikiran, bahasa alam bawah sadar, bahasa binatang, bahasa tumbuhan, bahasa kedokteran, bahasa ilmiah, bahasa kotor, bahasa intrernasional, bahasa nasional, bahasa daerah, bahasa tulis, bahasa lisan dan gejala alam lainnya yang selalu berafiliasi dengan bahasa.

Menurut mereka, bahasa adalah sesuatu yang eksis dalam dunia sosial dengan proses yang alami dan sederhana.

Namun jika ditinjau dalam perspektif psikolingusitik, sebenarnya tidaklah demikian. Bahasa itu bukan sekedar kata-kata yang didengarkan (performansi bahasa), tapi juga memiliki bagian yang lainnya yaitu bahasa yang terletak dalam pikiran (kompetensi bahasa).

Bahasa Rindu Tuhan adalah bahasa spiritual yang merupakan produksi dari bahasa logis karena ilmunya dan bahasa intuitif karena kereligiusan hatinya, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa spiritual adalah sesuatu yang bersifat bersih, religius, memiliki nilai-nilai moral, datang dari hati, dan lain sebagainya.

Dengan demikian bahasa spiritual sudah bisa kita fahami bersama, yaitu bahasa yang mengandung spirit, nilai moral, dan nuansa-nuansa keagamaan.

Bahasa Rindu Tuhan

Bahasa adalah salah satu ekspresi budaya manusia. Budaya sangatlah sering berkelindan dengan spiritualitas.

Tahukah kita bahwa segala sifat Tuhan yang superior dalam gejala teologi tiba-tiba luruh manakala menapaki ruh jagad kebahasaan. Ini lumrah dan jamak dijumpai dalam ruang dialog kebahasaan manusia mana saja di muka bumi.

Bahkan dalam kitab hadits populer, bahasa memanusiakan Tuhan terlihat dengan jelas tanpa satu tabir teologi yang menghalangi.

Perhatikan misalnya dalam kitab Riyadhus Salihinnya Imam Nawawi. Ada kalimat menarik yang menunjukkan gejala kebahasaan yang terasa ganjil manakala berkait dengan Tuhan.

Hadits tersebut berbunyi seperti ini, “Hai anak Adam, Aku lapar dan engkau tak memberiku makan. Ya Rabb bagaimana kami akan memberimu makan sedang engkau adalah Tuhan semesta Alam. Berkata Allah, Tidakkah engkau ketahui bahwa hamba-Ku si fulan lapar, tapi engkau tidak memberinya makan? Tahukah engkau, bilamana engkau memberinya makan, niscaya engkau akan menemui Aku disampingnya.”

Bahasa Rindu Tuhan adalah bahasa tasawuf yang menunjukkan satu kondisi kedekatan antara Allah dan para hambanya yang sedang sakit, lapar dan haus.

Tak ada sama sekali tendensi bahwa Allah itu bisa sakit, lapar dan haus. Adapula pendapat Syekh Ali Al Shobuni dalam Rawa’iul Bayan Fi Tafsiri Ayatil Ahkam Minal Quran yang menyebut adanya mudhaf (gaya bahasa menghilangkan sebuah kata) dalam redaksi hadits di atas.

Bahasa Rindu Tuhan adalah bahasa orang-orang muqarrabin (makhluk yang dekat kepada Allah). Bahasa Rindu Tuhan adalah sesuatu yang menyandarkan pada satu titik teori permainan untuk memancing rasa dan rasio agar manusia berpikir.

Bahasa Rindu Tuhan adalah bahasa yang menghadirkan ekspresi lain daripada arus bahasa kebanyakan. Sisi lainnya mengajak orang untuk berpikir keras dan bahasawi.

Bahasa Rindu Tuhan adalah bahasa ‘kreatif’ untuk mendekatkan kita kepada orang lemah secara kejutan. Beragama memang perlu ‘kreatif’ dan penuh kejutan.

Kalau tidak, Ramadan kita hanya berlalu biasa-biasa saja. Sejatinya, jika kita ingin terus dekat dengan Bahasa Rindu Tuhan. (**)

*) EKO SUPRIATNO adalah Intelektual Entrepreneur, Pengurus ICMI Orwil Banten, Pengurus IDRI Provinsi Banten, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten.

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button