Plus Minus Vasektomi sebagai Syarat Bansos dari Dedi Mulyadi

Kebijakan baru yang menjadikan vasektomi sebagai salah satu syarat penerimaan bantuan sosial (bansos) menuai pro dan kontra di masyarakat.
Program ini digulirkan sebagai bagian dari upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk sekaligus peningkatan kesejahteraan keluarga. Namun, kebijakan ini dinilai perlu dikaji lebih mendalam terkait manfaat dan risikonya.
Vasektomi adalah metode kontrasepsi permanen untuk pria dengan cara memotong atau menutup saluran sperma sehingga mencegah keluarnya sperma saat ejakulasi.
Prosedur ini bersifat jangka panjang dan umumnya tidak dapat dipulihkan, meskipun dalam beberapa kasus operasi reversi memungkinkan namun dengan tingkat keberhasilan yang rendah.
Menurut para ahli kesehatan, vasektomi memiliki sejumlah keuntungan. Selain efektif dalam mencegah kehamilan, prosedur ini relatif sederhana, aman, dan memiliki tingkat keberhasilan mendekati 100 persen.
Proses pemulihannya juga cepat, dengan risiko komplikasi yang rendah dibandingkan metode kontrasepsi perempuan seperti tubektomi.
Vasektomi tidak memengaruhi hormon, dorongan seksual, maupun kemampuan seksual pria.
Tetapi, vasektomi juga memiliki sejumlah kerugian. Karena bersifat permanen, keputusan untuk menjalani vasektomi harus dipertimbangkan matang-matang.
Pria yang berubah pikiran di kemudian hari dan ingin memiliki anak lagi mungkin kesulitan atau tidak bisa mengembalikan fungsi kesuburannya.
Selain itu, meski jarang, vasektomi dapat menyebabkan nyeri, pembengkakan, atau infeksi pascaoperasi.
Menjadikan vasektomi sebagai syarat penerimaan bantuan sosial memunculkan kekhawatiran di kalangan aktivis hak asasi manusia.
Mereka menilai kebijakan ini berpotensi melanggar hak reproduksi dan kebebasan individu dalam mengambil keputusan terkait tubuhnya.
Ketua Komnas HAM menyatakan bahwa setiap kebijakan yang bersifat memaksa harus ditinjau dari sisi etika dan hukum.
Pemerintah, melalui Kementerian Sosial, menyebutkan bahwa kebijakan ini bersifat sukarela dan hanya ditujukan kepada penerima bansos yang bersedia mengikuti program keluarga berencana secara permanen.
“Tidak ada paksaan. Ini bagian dari program kesejahteraan jangka panjang untuk mengurangi angka kelahiran yang tidak direncanakan,” ujar perwakilan Kementerian Sosial.
Saat ini, kebijakan tersebut masih dalam tahap uji coba di beberapa daerah dan akan dievaluasi berdasarkan efektivitas serta respons masyarakat.
Pemerintah berjanji akan mengedepankan edukasi dan sosialisasi sebelum kebijakan diterapkan secara luas.
Editor: Abdul Hadi