Pos Polisi Jadi Amukan Massa Aksi Unjuk Rasa di Kota Serang
Aksi unjuk rasa yang digelar oleh ratusan mahasiswa Banten di perempatan Lampu Merah Ciceri, Kota Serang, berujung ricuh dan berakibat pada kerusakan fasilitas publik, pada Sabtu (30/8/2025).
Sejak awal, massa memblokade jalan dengan membakar ban bekas, namun aksi itu tak hanya berhenti di situ.
Mereka yang sebagian besar mengenakan hoodie hitam dan masker, dengan cepat beralih merusak pos polisi yang terletak di lokasi tersebut.
Pos polisi yang sebelumnya menjadi titik pengamanan, hancur di tangan massa. Kaca dan pintu pos dihancurkan, sementara dinding pos dicoret dengan berbagai tulisan provokatif, seperti “Polri untuk Oligarki” dan “Pembunuh”.
Teror verbal pun tak kalah mencolok, ketika para demonstran meneriakkan yel-yel penuh kecaman, “Pembunuh! Pembunuh!” berulang kali kepada petugas kepolisian yang berjaga.
Situasi yang semakin tegang sempat menambah ketegangan di jalan, namun aparat kepolisian tampaknya menahan diri untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.
Meski aksi sempat mengancam, massa kembali melanjutkan orasi di tengah jalan dengan tetap mengedepankan tuntutannya. Polisi kemudian mengalihkan arus lalu lintas untuk mencegah kemacetan yang semakin parah.
Ferdan Presma, Koordinator Lapangan Aksi yang juga merupakan mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), menjelaskan bahwa unjuk rasa ini merupakan respons terhadap berbagai persoalan nasional yang dinilai mencederai prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial.
“Aksi ini adalah bentuk kecaman terhadap tindakan represif aparat hukum yang terjadi di berbagai daerah. Kasus-kasus tersebut harus segera diusut tuntas tanpa pandang bulu,” ujar Ferdan kepada Mediabanten.com
Selain mengecam tindak kekerasan aparat terhadap massa aksi, mahasiswa juga menuntut pemerintah untuk membuka secara transparan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), agar publik bisa mengawasi penggunaan anggaran yang bersumber dari pajak rakyat.
Para demonstran juga menolak sejumlah regulasi yang dinilai bermasalah dan berpotensi merugikan masyarakat.
Di antaranya, RUU TNI, RUU Polri, serta RKUHP yang dinilai tidak memberikan rasa aman bagi rakyat.
Lebih lanjut, mereka mendesak pemerintah untuk segera merevisi kebijakan kontroversial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terbukti tidak tepat sasaran.
“Pemerintah harus segera merevisi kebijakan MBG, karena faktanya kebijakan tersebut gagal menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan,” tegas Ferdan.
Aksi demonstrasi ini mencerminkan keresahan mendalam di kalangan mahasiswa yang merasa suara mereka semakin dikebiri oleh kebijakan yang tidak pro-rakyat.
Waktu dan respons dari pemerintah akan menjadi ujian bagi sejauh mana negara mendengarkan aspirasi rakyat.
Abdul Hadi











