Opini

Rumah Singgah Pasien Adalah Hak Masyarakat Banten

Provinsi Banten sebagai penyangga DKI Jakarta tidak memiliki layanan fasiltas kesehatan layak untuk memenuhi hak kesehatan masyarakat, termasuk rumah singgah pasien.

Beberapa minggu lalu, sekitar jam 9 malam atau 21.00 WIB, saya menjenguk seorang istri dari kerabat saya asal Serang (Banten) di Rumah Sakit Pusat Perawatan Kanker Dharmais, Jakarta Barat.

Oleh: Rizky Irwansyah *)

Meskipun sehari-hari saya beraktifitas di DKI Jakarta, berkunjung ke Rumah Sakit Dharmais pada malam itu adalah pertama kali.

Saya baru mengetahui kalau pengunjung yang ingin menjenguk pasien sama sekali tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah sakit tersebut kecuali pendamping pasien, hanya satu orang, sehingga kami di pelataran parkiran.

Saya bertanya secara spontan, bagaimana dengan keluarga pasien yang ikut mengantar jauh-jauh dari daerahnya, masa harus booking penginapan untuk istirahat? Dan bagaimana dengan keluarga miskin yang harus menjalani pengobatan di Jakarta?

Karena seingat saya, saat bude saya dirawat di RSUD Pandeglang-Banten, kami satu keluarga bisa istirahat di dalam RSUD sambil menemani pasien tidak harus tidur di parkiran.

Pertanyaan tersebut dijawab monohok, dengan jawaban bahwa keluarga pasien selain pendamping bisa istirahat di Rumah Singgah yang telah disediakan oleh pemerintah daerah asal pasien yang dibangun di DKI Jakarta.

Kondisi Objektif Banten

Melihat Provinsi Banten ada baiknya bukan dari Tangerang, tapi lihat lah dari bagian selatan yaitu Pandeglang dan Lebak.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka kemiskinan di provinsi itu bertambah 91,24 ribu jiwa menjadi 867,23 ribu jiwa pada Maret 2021 dibandingkan Maret tahun sebelumnya.

Berdasarkan persentase, kemiskinan di Banten meningkat menjadi 6,66 % pada Maret 2021 dibandingkan sebelumnya yang mencapai 5,92%.

Pandeglang menjadi kabupaten dengan peningkatan penduduk miskin terbanyak, yaitu bertambah 10,99 ribu jiwa menjadi 131,43 ribu jiwa (10,72%) pada Maret 2021 dari posisi Maret 2020.

Angka itu menempatkan Pandeglang sebagai kabupaten yang memiliki penduduk miskin terbanyak di Banten. Kabupaten /kota lainnya dengan angka kemiskinan teringgi berikutnya adalah Kabupaten Lebak, yakni mencapai 10,29%.

Dilansir dari Liputan6.com, Marwan Jafar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Periode pertama kabinet Presiden Jokowi pernah melemparkan statemen keras untuk Provinsi Banten.

Ia mengatakan, Provinsi Banten yang letaknya dekat DKI Jakarta ternyata kondisi pembangunan desa dan infrastrukturnya jauh dari kata layak.

Pengertian infrastruktur ini bukan sekedar jalan yang rusak, lebih dari itu dapat dilihat bahwa akses pelayanan publik di Banten sangat yang tidak layak. Salah satu jenis layanan publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat adalah kesehatan.

Rumah Singgah Pasien

Berdasarkan pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI tahun 2018 penderita penyakit kanker di Provinsi Banten mengalami lonjakan sekitar 2% pada Riskesdas 2013 sampai Tahun 2018.

Angka tersebut mungkin lebih tinggi pada tahun ini. Data tersebut seharusnya menjadi beban ganda pemerintah soal permasalahan kesehatan masyarakat Banten.

Sebetulnya pemerintah daerah diberikan kewajiban oleh oleh Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik dengan menggunakan APBD sebagai modal pembangunan.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (perubahan kedua atas UU No.23 tahun 2014) tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah (Provinsi/ Kabupaten Kota) mempunyai kewajiban meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mewujudkan keadilan dan pemerataan, menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak.

Mirisnya aturan tersebut tidak pernah dijalankan oleh Gubernur sejak era Dinasti Ratu Atut Chosiyah sampai lengsernya Wahidin Halim.

Dengan nilai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) mencapai Rp12 – Rp14 triliun per tahun, Provinsi Banten tidak memiliki satupun Rumah Singgah Pasien untuk di Rumah Sakit rujukan.

Hal itu sangat tidak lazim bila merujuk pada data BPS terbaru yang menunjukan bahwa angka kemiskinan di provinsi Banten tinggi.

Bayangkan saja, masyarakat yang masuk kategori miskin menderita penyakit kanker yang harus menjalani pengobatan di Jakarta, karena belum lengkapnya fasilitas pengobatan yang tersedia di Banten.

Begitu sampai di Jakarta, muncul kendala yang dialami penderita karena biaya hidup yang tinggi serta tempat tinggal /penginapan selama menjalani pengobatan. Bisa meninggal sebelum berobat.

Untuk mencegah hal tersebut, Pemprov Banten mestinya melakukan perbaikan terhadap pelayanan kesehatan untuk masyarakat.

Sedikitnya minimal kalau tidak bisa bangun rumah sakit yang lengkap fasilitasnya, sediakan Rumah Singgah pasien.

Dengan begitu pemerintah lambat laun mulai mendekatkan akses pelayanan kepada masyarakat, memberikan pelayanan bermutu dan memastikan agar masyarakat terlayani dengan baik.

Hal itu juga dapat memberikan kesan yang baik bagi pemerintah dengan mengisyratkan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan pemerintah bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. (***)

*) Penulis adalah Ketua Umum Himpunan Mahasiwa Banten (HMB) Jakarta Periode 2019-2020

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button