Opini

Transformasi Spiritualitas Generasi Z di Serang: Antara Sekularisasi dan Budaya Populer

Saat ini, sekularisasi adalah tren yang semakin berkembang secara global dan banyak orang mendiskusikan fenomena dan dampak agama dalam kaitannya dengan masyarakat.

OLEH: IMAN MUKHROMAN *)

Dalam karyanya Secularisation, Church and Popular Religion, Steve Bruce menawarkan kajian yang relevan mengenai dampak sekularisasi terhadap praktik keagamaan.

Dalam karya ini, Bruce membahas isu-isu yang terkait dengan agama populer sebagai studi kasus untuk desa Staithes di Inggris yang menunjukkan bahwa agama populer tidak dapat bertahan tanpa struktur sosial dan institusi gereja.

Tulisan ini akan mengaitkan pemikiran Bruce itu dengan yang terjadi pada kehidupan generasi Z di Kota Serang Banten.

Konteks Sekularisasi

Bruce menjelaskan faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk modernisasi seperti individualisme dan rasionalisasi sebagai penyebab menurunnya partisipasi dalam layanan gereja dan agama.

Meskipun Bruce hanya menggambarkan ini di Inggris, itu juga terjadi di Indonesia dan terutama Kota Serang.

Sementara orang memegang keyakinan yang kuat, praktik keagamaan lebih longgar dan mengalami bentuk yang fleksibel yang tidak terhubung dengan institusi formal.

Banyak orang yang masih percaya, tetapi tidak terikat pada institusi formal, mencerminkan konsep believe without belonging yang diperkenalkan oleh Grace Davie..

Peran Budaya Populer

Di Kota Serang, misalnya, folklor lebih aktif berpartisipasi dalam pembentukan spiritualitas kota. Demikian pula, Strinati mencatat, unsur-unsur religius ada di seluruh domain budaya populer, tetapi ini cenderung dikomersialisasi dan paradoksnya dihilangkan nilai suci mereka.

Untuk menggambarkan, produksi hiburan budaya termasuk folklorisasi dan komersialisasi unsur-unsur spiritual menjadi budaya.

Akibatnya, bentuk-bentuk praktik keagamaan yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap erosi dan, pada saat yang sama, ada void metafisik yang diisi oleh budaya populer, yang kurang memiliki spiritualitas substansial.

Melihat kehidupan sehari-hari Generasi Z di Kota Serang, kita dapat menemukan kegiatan tertentu yang memberikan wawasan tentang proses sekularisasi atau adopsi budaya modern di samping agama.

Salah satu contohnya termasuk Media Sosial yang Digunakan sebagai Platform untuk Berbagi Pengalaman Spiritual.

Tidak jarang bagi Generasi Z di Kota Serang untuk memposting konten bertema spiritual di jejaring sosial seperti Instagram dan TikTok.

Mereka bisa berbagi pesan motivasi, video khotbah, atau bahkan menceritakan kisah pribadi mereka terkait dengan keyakinan mereka.

Ini mungkin tidak memenuhi syarat sebagai menghadiri pusat keagamaan secara fisik, namun, hal ini menunjukkan bahwa mereka mencari bentuk makna pada tingkat yang lebih tinggi.

Dari contoh ini, dapat dipahami bahwa meskipun Generasi Z di Kota Serang mungkin tidak memiliki bentuk pengamalan agama yang ortodoks, mereka masih mengejar budaya keagamaan yang sesuai dengan prinsip dan pandangan dunia mereka. Perilaku semacam ini sejalan dengan opini Steve Bruce, Gordon Lynch, dan Dominic Strinati mengenai modifikasi bentuk dan makna spiritualitas dalam masyarakat kontemporer.

Tantangan dan Peluang

Serang, sebuah kota dengan akar sejarah yang mendalam dan menjadi landmark warisan Islam Banten Lama, kini berjuang untuk mempertahankan Sholat dan praktik bermakna lainnya di tengah perubahan sosial-kultural yang cepat.

Ketika masyarakat bertransformasi, yang suci mungkin dipindahkan ke dalam aktivitas keluarga atau budaya, namun ini tidak menjamin keberadaan masyarakat agama yang kohesif.

Bruce mengemukakan bahwa agama populer tidak bisa ada tanpa dukungan dari institusi formal. Di sisi lain, Gordon Lynch mengusulkan pandangan yang berlawanan dengan memperluas definisi yang suci ke dalam domain pribadi dan budaya, meskipun gagal untuk mengartikulasikan kontinuitas semangat yang bertahan dalam arti kolektif.

Bentuk dan makna yang mendefinisikan perubahan spiritualitas di era modern. Di Kota Serang, tradisi masih berlangsung, namun, cara orang mempraktikkan agama telah banyak berubah.

Dengan ancaman sekularisasi, masyarakat perlu menemukan cara baru untuk menyisipkan kehidupan sehari-hari dengan spiritualitas yang terformalisasi, serta dalam arti budaya pop. Ini berarti bahwa meskipun kerangka tradisional mungkin terfragmentasi, esensi dari spiritualitas akan selalu ada dan bertransformasi menjadi sesuatu yang baru. (**)

*) IMAN MUKHROMAN adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untirta /Mahasiswa S3 Agama dan Media UIN Bandung

Iman NR

Back to top button