Tanpa Izin, Proyek Revitalisasi Dari Pemprov Di Atas Tanah Bersertifikat Kesultanan Banten
Patih Dalam Kesultanan Banten, Andi S Trisnahadi menegaskan, lahan yang digunakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) melakukan revitalisasi Kawasan Banten Lama berdiri di atas tanah bersertifikat milik Kesultanan Banten. Pemprov tidak pernah minta izin, berkoordinasi dan lainnya terkait proyek revitalisasi di atas tanah tersebut.
“Kami diam saja karena masih melihat niat baik yang akan dijalankan oleh Pemprov Banten. Namun ternyata niat baik itu dijalan dengan cara-cara yang tidak beradab. Masak tanah orang main bangun saja tanpa izin. Tanah itu ada sertifikatnya dan itu milik kesultanan. Di zona inti itu ada lebih 7 sertifikat, khusus di sekitar masjid luasnya sekitar lima hektar. Sertifikat itu atas nama Ratu Asiah, nenek Kanjeng Sultan RTB HB Hendra Bambang Wisanggeni,” kata Andi S Trisnahadi, Patih Dalam Kesultanan Banten yang dihubungi MediaBanten.Com, Jumat (5/10/2018).
Kesultanan Banten mulai terusik ketika revitalisasi yang dilakukan Pemprov Banten dinilai tidak sesuai dengan konsep revitalisasi yang termaktub Undang-undang No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. “Pemprov Banten harus bisa membedakan antara benda dan ruang sebagai cagar budaya dengan tanahnya. Tanah itu tanah milik kesultanan yang dibuktikan dengan sertifikat sah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Benda dan ruang di sana akan mengikuti UU Cagar Budaya. Kami mematuhi itu, tetapi persoalan tanah itu adalah hak milik kesultanan,” katanya.
Patih Dalam Kesultanan Banten itu bersepakat dengan para pegiat yang tergabung dalam Forum Peduli Kota Serang (FPKS) yang mengkritisi revitalisasi Kawasan Banten Lama yang salah kaprah. Salah kaparah itu antara lain payung ala Madinah yang dibanggakan Pemprov Banten itu tidak dikenal di era kesultanan, alun-alun ditutup dengan granit, ada pagar yang berdiri di atas benda cagar budaya, dibuat tembok bata yang rencananya setinggi 1,5 meter dan sebagainya.
Andi membenarkan, seharusnya Pemprov Banten memiliki studi kelayakan secara menyeluruh tentang revitalisasi, analisis dampak lingkungan (Amdal) dan desainnya. Berdasarkan hal tersebut, para ahli arkeolog atau Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala bisa menilai dan memberikan rekomendasi hal-hal yang boleh dilakukan dan hal yang tidak boleh dilakukan dalam revitalisasi Kawasan Banten Lama.
Ternyata, Pemprov Banten menerapkan desain and build atau mendesain sambil membangun. Artinya, Pemprov tidak punya perencanaan atau desain menyeluruh tentang revitalisasi. Karena itu, Patih Dalam Kesultanan Banten memahami sikap Balai Pelestarian Perlindungan dan Purbakala Serang (BP3S) mengambil posisi pendampingan, bukan rekomendasi tertulis.
Baca: Balai Purbakala Hanya Melakukan Pendampingan, Bukan Rekomendasi Revitalisai Banten Lama
Sebelumnya, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S) memastikan tidak pernah memberikan rekomendasi tertulis berkaitan dengan proyek-proyek dalam revitalisasi Kawasan Banten Lama yang kini tengah gencar dilaksanakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
Balai ini hanya melakukan pendampingan agar tidak terjadi pengrusakan atau kehancuran benda-benda cagar budaya yang berada di Kawasan Banten Lama. “Kami masih ingat. Pak Yanuar (Kadis PRKP-red) dan jajarannya datang ke balai, sudah dengan perencanaan yang sedang dilaksanakan. Kami bisa apa, wong dia datang sebagai pemerintah daerah dan perencanaan itu harus dilaksanakan. Akhirnya kami memutuskan hanya melakukan pendampingan, bukan memberikan rekomendasi tertulis,” kata sumber di BP3S di Kota Serang, Kamis (4/10/2018).
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukian (PRKP) Provinsi Banten, Yanuar belum memberikan konfirmasi. WA yang dikirim MediaBanten.Com ke Yanuar hingga berita ini dinaikan belum direspon.
Rekomendasi tertulis dari BP3S biasanya diberikan kepada sebuah proyek yang perencanaanya memiliki studi kelayakan dan kelengkapan lainnya. Rekomendasi itu bertujuan untuk melindungi dan melestarikan cagar budaya. “Ketika ditanya soal perencanaannya, jawabannya penataan Kawasan Banten Lama itu dijalankan dengan sistem desain and build atau mendesain sambil membangun. Katanya ini dibolehkan oleh peraturan, tetapi mungkin buat kawasan biasa dapat diterapkan, tetapi kalau kawasan cagar budaya, kami tidak bisa memberikan rekomendasi tertulis,” katanya.
Baca: Peradaban Tiga Zaman di Kota Serang Yang Terancam Hilang
Mukoddas Syuhada, Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Banten dalam tulisan yang dikirim ke MediaBanten.Com menyebutkan, Kota Serang akan kembali mengalami kehilangan beberapa cagar budaya. Pertama, kehilangan Markas Kodim Serang yang bersejarah kini menjadi Pusat Perbelanjaan Ramayana. Kedua, Kawasan Banten Lama yang kini tengah direvitalisasi secara salah kaprah oleh Pemprov Banten. Ketiga, ruang cagar budaya Alun-alun Kota Serang akand dibangun masjid di tengah alun-alun.
Pembangunan di Banten Lama yang dilakukan oleh Pemkot Serang dan Pemprov Banten, itu bukan Revitalisasi, karena menghilangkan susunan dan struktur ruang serta mengubah karakter Kawasan Kesultanan Banten Abad 16 yang justru merupakan keunikan Banten Lama dan warisan yang sangat berharga dan tak tergantikan. Hal inilah yang merupakan kesalahan mendasar konsep pembangunan Banten Lama.
Dari progress pembangunan yang sedang berjalan itu, alih fungsi sawah menjadi terminal, betonisasi kanal, perkerasan Alun-Alun Banten dengan material marmer/granit dan pemasangan payung-payung seperti di Masjid Nabawi sangat a-historis dan merusak karakter Masjid Agung Banten, tidak seharusnya ada di Banten Lama yang merupakan peninggalan terlengkap tata kota Masa Kesultanan Banten abad 16. Itu seperti taman-taman modern yang bisa dibangun di mana saja tapi tidak di Banten Lama. Bentuk-bentuk itu mengaburkan pengetahuan generasi yang akan datang tentang tata kota masa itu yang hanya bisa dilihat di Banten Lama. (IN Rosyadi / Adityawarman)