Video Dukungan Menkes Soal Berobat Gratis Warga Miskin Banten Gunakan KTP
Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nila Moeloek mengapresiasi upaya Pemerintah Provinsi Banten dalam mengkaver biaya kesehatan lebih dari 2 juta penduduk Banten yang belum masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal itu disampaikan Menkes pada Rapat Kerja DPD RI di Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Kamis (26/4).
Menkes menilai baik upaya Pemprov Banten yang mengalokasikan anggaran Rp126 miliar untuk mengkaver biaya kesehatan masyarakat apabila jatuh sakit. “Saya menilai ini baik apa yang diupayakan pak Gubernur. Dikavernya biaya kesehatan masyarakat oleh pemerintah akan mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik,” kata Menkes Nila.
Demikian Siaran Pers dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementrian Kesehatan yang ditandatangani drg Murti Utami, Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat dan diterima MediaBanten.Com, Sabtu (28/4/2018).
Baca: Hudaya Jelaskan Dukungan Menkes Soal Berobat Gratis Pake KTP Warga Miskin Banten
Saat ini, perlindungan kesehatan bagi penduduk Indonesia telah ditetapkan dalam program JKN yang diamanatkan dalam Undang-undang no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional serta Perpres No 12 tahun 2013 dan perubahannya tentang jaminan kesehatan. Perpres tersebut menyebutkan bahwa penduduk yang belum termasuk sebagai peserta program JKN dapat diikutsertakan/didaftarkan oleh pemerintah daerah (Pemda) dengan iuran dibayarkan Pemda dan hak perawatan di kelas 3.
Selain itu, dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri no. 440/3890/SJ/2016 tentang dukungan Pemda pada program JKN menyatakan agar Pemda segera mengintegrasikan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Meski demikian, proses untuk mengintegrasikannya ke dalam JKN membutuhkan waktu, terlebih dengan anggaran Rp126 miliar yang telah tersedia. Sementara itu, datangnya sakit tidak bisa diduga.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan opsi sementara, yakni pembiayaan kesehatan yang telah tersedia untuk lebih dari 2 juta penduduk itu dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (Social Safety Net). Opsi tersebut perlu dikonsultasikan terlebih dahulu ke forum yang lebih tinggi, yakni melibatkan Kementerian Keuangan, BPK, Kementerian Dalam Negeri, dan KPK. Sehingga, dana yang sudah teralokasikan Rp126 miliar itu dapat dimanfaatkan.
Sebelumnya, program berobat gratis bagi warga miskin menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) di Banten dijadikan polemik berkepanjangan. Sejumlah pihak, termasuk beberapa anggota DPRD memfriksikan pengobatan gratis itu dengan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mewajibkan program itu dimasukan ke dalam kepesertaan BPJS. Dengan skema iuran kepesertaan selama 12 bulan, maka Pemprov Banten harus mengalokasikan anggaran berkisar Rp400-Rp600 miliar per tahun.
Skema ini ditolak Gubernur Banten, Wahidin Halim. Pemprov hanya mau membayar warga miskin ketika berobat, bukan membayar iuran selama 12 bulan. Alasannya, tidak semua 2 juta warga miskin itu sakit berbarengan. Alasan lainnya, Pemprov tidak memiliki dana sebesar itu. Selain itu, Pemprov juga sudah menyuport BPJS Kesehatan dengan mengalokasikan anggaran sekitar Rp100 miliar per tahun. Dengan skema hanya membayar biaya berobat ketika warga miskin sakit, maka Pemprov hanya menyediakan uang sekitar Rp100-200 miliar per tahun, jauh lebih kecil dari keharusan membayar iuran peserta BPJS Kesehatan selama 12 bulan. Namun berbagai pihak di Banten menyebut langkah gubernur itu tidak memiliki dasar hukum alias melanggar hukum. (Siaran Pers Biro Komunikasi dan Yanmas Kementrian Kesehatan/ Adityaarman)