INTAC: Target Pajak Timbulkan Momok Bagi Masyarakat dan Pengusaha
Indonesian Tax Care (INTAC) menemukan banyak tekanan dan ancaman dari oknum pajak kepada para pelaku usaha ketika menghadapi masalah pajak. Oknum itu untuk mengejar target pajak yang sudah ditetapkan.
Demikian disampaikan Basuki Widodo, Direktur INTAC dalam rilis yang diterima MediaBanten.Com, Rabu (9/8/2023).
“Ini menimbulkan ketidaknyamanan karena para oknum bersikap arogan, seolah-olah bisa memperlakukan wajib pajak seenaknya. Para korban mengeluhkan cara-cara oknum yang sudah tahap teror yang meresahkan,” katanya.
Katanya, saat ini Pemerintah menggencarkan target penerimaan pajak. Dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pemerintah secara jelas merancang aturan pajak dalam memenuhi target penerimaan negara.
Pemerintah telah mengintegrasikan basis data kependudukan dengan data perpajakan (Single Identity Number).
Selain itu telah disiapkan system data base yang akan memudahkan petugas pajak mengenakan pajak masyarakat. Begitu pula tarif PPN akan mengalami kenaikan secara bertahap.
Paling lambat 1 Januari 2025, tarif PPN akan menjadi 12%. padahal 1 April 2022 tarif PPN telah naik menjadi 11%. Pemberitaan pajak beserta aturannya juga terus digencarkan.
Pengaduan Masyarakat
Basuki Widodo mengatakan, banyak masyarakat yang mengadukan masalahnya ke INTAC. Mereka mengeluhkan arogansi oknum yang terus menekan. Mulai dari ancaman pemeriksaan, penyitaan asset sampai ancaman pidana.
Wajib pajak sering diminta membuat surat pernyataan hutang pajak dan ancaman pencabutan sertifikat elektroniknya. “Banyak yang tidak mengerti dan tertekan yang pada akhirnya mereka menandatangani surat tersebut,” katanya.
Menurutnya, pajak menjadi masalah yang menakutkan terlebih bila menimbulkan ancaman hutang pajak. Bila tidak mampu bayar akan terjadi pemblokiran rekening bank.
Para oknum pajak tidak mau tahu kondisi perusahaan. Mereka tidak peduli, perusahaan akan bangkrut atau kolaps.
“Padahal dengan diblokirnya rekening menjadikan fatal bagi operasional perusahaan,” ujarnya.
Tiap bulan para pengusaha berpikir keras bagaimana menjalankan usahanya dan membayar gaji karyawannya. Sedangkan oknum pajak hanya berfikir “bayar pajaknya atau akan mendapat sanksi lebih berat”.
Banyak wajib pajak yang mengalami depresi berat bahkan sampai masuk rehabilitasi RS jiwa. Sudah tidak terhitung berapa banyak perusahaan yang bangkrut karena pajak.
Beberapa kasus menyebabkan serangan jantung, stroke, perceraian bahkan beberapa kasus menyebabkan meninggal dunia.
Dari temuan lapangan INTAC melihat bahwa para wajib pajak yang menjadi korban oknum tersebut, umumnya tergolong pengusaha baik dan jujur.
Mereka membangun usaha dari bawah, yang akhirnya bisa menghidupi banyak pekerja, yang menanggung keluarga.
Namun ketidakpahaman pajak menjadikan mereka sasaran empuk bagi para oknum pajak di lapangan.
Para pelaku usaha mengaku bingung saat menjalankan kewajiban pajaknya. Mereka tidak paham cara melaporkan pajaknya. Peraturan juga semakin rumit dan sulit difahami.
Mereka takut jika harus ke kantor pajak karena petugas Account Representative (AR) seringkali curiga. Tidak jarang mereka diinterogasi terkait aktivitas dan profit perusahaan. Padahal mereka hanya ingin menjalankan kewajiban pajaknya.
Mereka juga mengeluhkan mahalnya jasa konsultan pajak. Belum lagi banyak konsultan pajak yang nakal, yang seringkali membocorkan dan menghianati klien untuk mendapatkan keuntungan.
Widodo menjelaskan, para oknum pajak seringkali bersembunyi dibalik aturan pajak dan mengatasnamakan negara dalam menekan masyarakat demi pencapaian target.
Termasuk oknum para AR seringkali menggunakan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan /atau Keterangan (SP2DK) sebagai sarana dalam menekan wajib pajak.
SP2DK merupakan permintaan data dan /atau keterangan oleh kantor pajak karena diduga ada yang belum sesuai ketentuan perpajakan. Berdasarkan release Dirjen Pajak sampai 2019 telah menerbitkan 9,5 juta SP2DK.
Diperkirakan sampai tahun ini sudah lebih 20 juta SP2DK yang diterbitkan. SP2DK tersebut membuat resah masyarakat, karena adanya target terkait penerimaan pajak. Kondisi ini juga membuka peluang adanya penyimpangan pajak. (Rilis INTAC / Rosyadi)
Editor Iman NR