HeadlineLingkunganSosial

Gunung Anak Krakatau Naik Status Siaga, Debu Vulkanik Mulai Dirasakan Warga Banten

Debu vulkanik yang diduga berasal dari letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda dirasakan masyarakat di Kota Cilegon, sebagian Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang dan sebagian Kota Serang. Namun belum ada keterangan resmi soal hubungannya debu vulkanik dengan naikannya status Gunung Anak Krakatau dari Level II (waspada) menjadi Level III (Siaga). Kenaikan status siaga itu disebabkan intensitas letusan gunung itu semakin tinggi.

Kenaikan status Gunung Anak Krakatau dari waspada menjadi siaga itu dipastikan Antonius Ratdomopurbo atau dikenal Purbo, Sekretaris Badan Geologi Kementrian ESDM dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis pagi (27/12/2018).

“Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda hingga Kamis pagi ini (27/12), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian ESDM meningkatkan aktivitas Gunung Anak Krakatau dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga) terhitung pukul 06.00 WIB,” ujar Purbo.

Purbo menyampaikan bahwa peningkatan status ini didasarkan pada hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga 27 Desember 2018 pukul 05.00 WIB. “Sehubungan dengan tingkat aktivitas Level III (Siaga) tersebut, masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius lima km dari kawah. Saat hujan abu turun, masyarakat diminta untuk mengenakan masker dan kacamata bila beraktivitas di luar rumah,” ungkap Purbo.

Ia meminta masyarakat di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung untuk tetap tenang dan dapat melakukan kegiatan seperti biasa dengan senantiasa mengikuti arahan BPBD setempat. Sebelumnya, pada 26 Desember dilaporkan terjadi hujan abu vulkanik di beberapa wilayah, yakni di Cilegon, Anyer, dan Serang. Tim Tanggap Darurat PVMBG telah melakukan cek lapangan, untuk mengkonfirmasikan kejadian tersebut dan melakukan sampling terhadap abu vulkanik yang jatuh.

Baca: IPW: Polisi Diminta Segera Usut Pungli Korban Tsunami di RSUD Serang

Terkait potensi bencana erupsi Gunung Anak Krakatau, Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter kurang lebih 2 km merupakan kawasan rawan bencana. Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar, aliran lava dari pusat erupsi, dan awan panas yang mengarah ke selatan. Sedangkan, sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.

Debu Vulkanik

Sementara itu, siaran pers Dinas Kominfo Banten menyebutkan, debu vulkani sempat bertebaran di Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang dan sebagian Kota Serang, sejak pukul 15.00 WIB, Rabu (26/12/2018). Debu dengan bentuk kecil, halus, dengan tekstur kasar ini juga memiliki bau khas belerang.

Trianasmaharadi dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas 1 Serang dalam grup whatsApps MediaCenterTsunamiBanten dan Bakohumas Banten membenarkan kemungkinan adanya hujan debu tersebut. Menurut prakiraan BMKG, kondisi arah angin dari Selatan hingga Barat daya sehingga debu vulkanik bergerak menuju Utara – Barat Daya dari gunung anak krakatau. Kecepatan angin antara 02 – 10 knot.

Sementara itu, informasi dari Badan SAR Nasional (Basarnas) dalam Grup WhatsApps Tim Bencana Pandeglang – Kes, membenarkan hujan debu vilkanik tersebut. Namun, mengajak masyarakat untuk tidak panik karena kebetulan arah anginnya mengarah ke arah Cilegon.

Keberadaan hujan debu ini dibenarkan Atikoh, Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Dinas Komunikasi Informatika Sandi dan Statistik Kota Cilegon. Menurutnya, kondisi malam ini lebih gelap dari biasanya. Demikian juga mobil yang parkir di halaman rumahnya di Citangkil, Kota Cilegon berdebu. Antisipasi debu kalau naik motor pakai masker (agar tidak tehirup) dan kacamata (agar tidak masuk dan perih ke mata).

“Kalau mobil jika tidak diperlukan jangan gunakan wiper karena bisa menggores kaca. Para orang tua dianjurkan untuk memperhatikan anak kecil agar tidak terlalu banyak main di luar untuk menghindari penyakit ispa dan mata. Abu vulkanik sedikit kasar, tidak seperti debu kotoran/jalanan,” kata Atikoh.

Gunung Anak Krakatau

Gunung Anak Krakatau yang terletak di Selat Sunda adalah gunung api strato tipe A dan merupakan gunung api muda yang muncul dalam kaldera, pasca-erupsi paroksimal 1883 dari kompleks vulkanik Krakatau. Aktivitas erupsi pasca-pembentukan dimulai sejak 1927, pada saat tubuh gunung api masih di bawah permukaan laut. Tubuh Anak Krakatau muncul ke permukaan laut sejak 1929. Sejak saat itu dan hingga kini Gunung Anak Krakatau berada dalam fasa konstruksi (membangun tubuhnya hingga besar).

Saat ini Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter dari muka laut (pengukuran September 2018). Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi eksplosif lemah (strombolian) dan erupsi efusif berupa aliran lava. Pada 2016, letusan terjadi pada 20 Juni 2016, sedangkan pada 2017 letusan terjadi pada 19 Februari 2017 berupa letusan strombolian. Sejak 29 Juni 2018, Gunung Anak Krakatau kembali mengeluarkan letusan hingga tanggal 22 Desember berupa letusan strombolian.

Pada 22 Desember, seperti biasa hari-hari sebelumnya, Gunung Anak Krakatau mengeluarkan letusan. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300 – 1500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm). Pukul Sabtu (24/12) malam pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada informasi tsunami. Berdasarkan citra satelit yang diterima oleh PVMBG, sebagian besar dari tubuh Gunung Anak Krakatau telah hilang dilongsorkan, yang kemudian diketahui menyebabkan tsunami di beberapa wilayah di Provinsi Lampung dan Banten. (IN Rosyadi)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button