Mozaik

Ini Sejarah Masjid Ats-Tsauroh Yang Masuk Klaim Aset Pemkot Serang

Masjid Agung Ats-Tsauroh Serang masuk pusaran “sengketa” klaim aset yang harus diserahkan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Serang, seiring dengan pertikaian aset yang berlarut-larut dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang.

Pemkot Serang meminta Yayasan Masjid Ats-Tsauroh untuk menyerahkan seluruh aset masjid ke Pemkot Serang agar Pemkot bisa melakukan renovasi dan penataan ulang masjid agung tersebut. Bahkan, belum diserahkan aset masjid itu dijadikan alasan Walikota Serang, Syafrudin ketika tidak bisa memenuhi janji renovasi dan penataan ulang tersebut (Baca: Renovasi Masjid Ats-Tsauroh Tak Terealisasi, Ini Dalih Walikota Serang)

Dari berbagai literatur dan sumber yang dihimpun MediaBanten.Com hingga Rabu (20/10/2021) menyebutkan, Masjid Agung Ats-Tsauroh semula bernama Masjid Pegantungan yang merupakan masjid tertua di Kota Serang.

Menurut web duniamasjid.islamic-center.or.id, Masjid ini dibangun setelah mantan Bupati Pandeglang, Rd. Tumenggung Basudin Tjondronegoro (1870-1888) mewakafkan sebidang tanah yang lokasinya kini di Jalan Veteran, Kota Serang. Nama Ats-Tsauroh yang berarti perjuangan disematkan pada masjid ini tahun 1974, saat Bupati Serang dijabat Tb Suwandi.

Masjid agung bercirikan tradisi bangunan di Pulau Jawa, yakni bentuk atap limas tumpang tiga dan bentuk ruang dengan konsep pendopo terbuka, khas rumah joglo. Konsep terbuka ini membuat masjid berkesan ramah dan bersahaja.

Konsep limasan tumpang tiga secara filosofis mengandung arti iman, Islam, dan ihsan. Di bagian atas terdapat memolo berupa keramik tanah liat terakota berbentuk angsa.

Keindahan ruang dibentuk oleh tiang penyangga yang membentuk kolom-kolom. Terdapat enam belas tiang, empat di antaranya merupakan tiang utama penyangga limasan tertinggi. Dalam tradisi Jawa, keempat tiang tersebut merupakan soko guru. Di seluruh pangkal tiang terdapat bentuk labu yang merupakan simbol kesuburan daerah Banten.

Tiang soko guru dengan tiang lainnya dibedakan dengan sabuk dari tembaga. Sabuk di tiang depan kiri bertuliskan “Doa merupakan tali ibadah”, sementara di tiang depan kanan bertuliskan “Sabar merupakan bagian dari iman”.

Di sabuk tiang belakang kiri terukir “Kebersihan merupakan bagian dari iman” dan di tiang belakang kanan tertoreh kalimat “Shalat merupakan bahagian dari iman”. Keseluruhan tulisan adalah arti huruf Arab yang digunakan.

Di bagian depan, mihrab dihiasi lukisan kaligrafi dan aksen geometris khas Islam dengan warna yang cenderung cerah. Di sisi mihrab terdapat mimbar dengan atap yang dipengaruhi gaya Cina.

Masjid juga dilengkapi menara yang baru dibangun pada renovasi tahun 1956. Bentuk menara heksagonal dengan tiga undakan tengah dan atap yang terdiri dari dua limasan dan memolo. Menara berfungsi sebagai tempat meletakkan pengeras suara untuk menyiarkan kumandang azan.

Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial. Untuk itu, masjid dilengkapi fasilitas seperti balai kesehatan, pelayanan baitul maal wat tamwil sebagai wujud pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis syariah, serta sarana-sarana pembinaan remaja masjid.

Masjid yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Serang tersebut pun merupakan simbol kerukunan umat beragama. Lokasi masjid diapit oleh tiga tempat ibadah umat Kristen, yakni Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Bethel Indonesia, Serang di sisi belakang masjid, serta Gereja Katolik Kristus Radja.

Setelah peristiwa G30 S PKI, Bupati Serang, Tb Suwandi merenovasi Masjid Agung Ats-Tsauroh dan diberi menara. Masjid ini kembali mengalami renovasi tahun 1990 dan 1994, kemudian diresmikan Gubernur Jawa Barat, R Nuriana.

Pada tanggal 29 Oktober tahun 1987, Kementrian Hukum dan HAM meresmikan SK pengesahan Yayasan Masjdi Ats-Tsauroh sebagai pengelola aset seluruh masjid. Dalam SK itu disebutkan, pimpinan yayasannya adalah Drs H Pandji Tirtayasa, Msi. (Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button