Kejaksaan Tinggi (Kejati Banten) melakuan penyidikan atas dugaan korupsi biaya penunjang operasional (BOP) kepala daerah atau Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2019 – 2020 sebesar Rp57 miliar. Kasus itu kini ditangani pidana khusus (Pidsus).
“Kami dalami terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten, Ivan Hebron Siahaan Kejati Banten, Rabu (16/2/2022).
Ivan membenarkan, penyidikan kasus ini setelah ada laporan dari Bonyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Kejati Banten.
Lanjut Ivan,menyebutkan, Dugaan Tidak Tertib Administrasi, Tidak Kredibel Pertanggungjawaban Dan Dugaan Penyimpangan Mengarah Dugaan Korupsi Pencairan Biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah Provinsi Banten 2017-2021.
“Jadi Kejati Banten bergerak cepat melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan. Sehingga, kami telah berhasil mengumpulkan sejumlah dokomen yang berhubungan dengan perkara yang dimaksud,” ujarnya.
Dia juga membenarkan, seluruh data dan paket dalam anggaran itu sudah berhasil dikumpulkan kejaksaan.
Kejati Banten menemukan terdapat kejanggalan dalam kegiatan BOP yang dipergunakan untuk koordinasi penanggulangan kerawanan sosial, pengaman masyarakat dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung program kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
“Jadi tim Pidana Khusus (Pidsus) telah menemukan beberapa dokomen. Yang dimana, dokumen ini, ditemukan sebuah data hasil ful data dan ful paket,” katanya..
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan korupsi biaya operasional penunjang (BOP) Kepala Daerah Banten tahun 2017-2021.
Sebelumnya, MAKI melaporkan BOP Gubernur dan Wakilnya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten melalui saluran elektronik pada Senin, 14 Februari 2022.
Anggaran operasional Wahidin Halim dan Andika Hazrumy itu diduga tidak tertib administrasi dan tidak dibuat laporan pertanggungjawabannya.
“Biaya Penunjang Operasional Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Banten diduga telah dicairkan dan dipergunakan secara maksimal jumlah pencairannya namun diduga tidak dibuat SPJ yang kredibel,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya.
Perhitungannya, biaya operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten dari tahun 2017 hingga 2021 adalah senilai Rp 57 miliar.
“Biaya penunjang operasional yang diberikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur besarannya yaitu 65% (enam puluh lima persen) untuk Gubernur dan 35% (tiga puluh lima persen) untuk Wakil Gubernur,” katanya.
Diungkapkannya, biaya penunjang operasional tersebut tidak dapat digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan, sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui SPJ yang sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. (Reporter: Beni Hendriana / Editor: Iman NR)