KH Maruf Amin: Penanganan Papua Tidak Gunakan Kekerasan
Mantan Ra’is Aam PBNU yang juga Cawapres terpilih periode 2019-2024, KH.Ma’ruf Amin meminta pemerintah tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan konflik Papua. Papua sempat memanas dan ricuh, kini secara perlahan namun pasti kembali sejuk.
“Kami sudah berbincang supaya penyelesaian Papua itu tidak hanya dilakukan pendekatan keamanan dan penertiban, tapi juga perbaikan, pendekatan budaya,” kata Kyai Ma’ruf, ditemui di Ponpes Syekh Nawawi Al Bantani, Tanara, Kabupaten Serang, Banten, Selasa (03/09/2019).
Mantan Rais Aam PBNU ini selalu berdoa dan berharap Papua kembali damai di oangkuan NKRI. Pembangunan di ujung Timur Indonesia semakin berkembang dan memajukan masyarakatnya.
Kyai Ma’ruf pun mekinta peran aktif PBNU dan Ansor untuk ikut mendamaikan Bumi Papua dan menjaga keutuhan NKRI, agar tetam damai dan sejuk.
Baca:
- KH Maruf Amin Saksikan Pemotongan Hewan Kurban di Tanara
- Gubernur Banten Hadiri Ratas Wapres RI Soal Integrasi Transportasi Jabotabek
- Bawaslu Banten Tertibkan APK Capres-Cawapres di Kota Serang
Kita Indonesia
“Karena kita indonesia. Kita Jawa, kita Papua, kita Sumatera, kita Sulawesi, ini kan kita semua. Indonesia adalah berkita kita. Jadi kita harus tetap utuh, jangan ada kita yang terpinggirkan, termarjinalisasi,” ujarnya.
Kyai Ma’ruf mencontohkan penyelesaian Papua di jaman Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang menghargai masyarakat Bumi Cendrawasih dengan merubah nama Irian Jaya menjadi Papua.
Pada 30 Desember 1999, Gus Dur membuat pertemuan dengan tokoh Papua dan mengetahui makna lambang Bendera Bintang Kejora. Lambang itu dimaknai oleh masyarakat Papua sebagai simbol Kuasa Tuhan. Hingga ahirnya bendera itu saat jaman Gus Dur boleh dikibarkan dengan syarat lebih rendah dibandingkan bendera Merah Putih. Semenjak Gus Dur lengser dari Tahta ‘Keprabonnya’, bendera Bintang Kejora kembali dilarang berkibar.
Kemudian muncul Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 tahun 2007, dalam Pasal 6 Ayat 4 yang melarang penggunaan simbol berupa bendera, lagu, dan logo terkait separatisme. Dalam hal ini termasuk binyang kejora yang kerap digunakan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan gerskan politik lainnya.
“Oleh karena itu seperti apa langkah-langkahnya PBNU yang merumuskan. Gus Dur juga kan mendekati Papua dengan mengubah nama dari Irian Jaya menjadi Papua. Oleh karena itu orang Papua kepada Gus Dur khususnya dan NU, sangat simpati menghargai,” terangnya. (Yandhi Deslatama)