Ekonomi

Merpati Airlines Dibubarkan, Ini Kisah Maskapai Perintis Indonesia

Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi resmi membubarkan PT Merpati Nusantara Airlines (Perseroan) atau Merpati Airlines dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.8 tahun 2023. Pada pasal 1 PP tersebut disebutkan, pembubaran itu disebabkan perusahaan ini dinyatakan pailit.

Kepailitan PT Merpati Nusantara Airline itu berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada PN Surabaya No 5 /Pdt.Sus Pembatalan Perdamaian I 2022 / PN Niaga junto No 4/Pdt.Sus-PKPU /20l8 /PN.Niaga Sby tanggal 2 Juni 2022.

Selanjutnya, pelaksanaan likuidasi dalam rangka pembubaran perseroan Merpati Airlines dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang BUMN. Lalu, peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Kemudian, peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Adapun penyelesaian pembubaran Merpati Airlines termasuk likuiditas dilaksanakan paling lambat lima tahun terhitung sejak perusahaan dinyatakan pailit. Semua kekayaan sisa hasil likuidasi Merpati Airlines disetorkan ke kas negara.

Penerbangan Perintis

Menurut id.wikipedia, perusahaan ini didirikan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 6 September 1962 dengan nama “PN Merpati Nusantara” untuk menyediakan layanan penerbangan regional, tepatnya sebagai penerbangan perintis.

Awalnya, Merpati hanya memiliki empat unit De Havilland Canada DHC-3 Otter dan dua unit Douglas DC-3 yang dihibahkan oleh TNI AU, serta modal uang sebesar Rp10 juta.

Pada tahun 1963, Merpati meluncurkan penerbangan dari Jakarta ke Semarang, Tanjung Karang, dan Balikpapan. Pada tahun 1964, Merpati mendapat hibah dari Garuda Indonesia pesawat terbang yang digunakan maskapai de Kroonduif asal Belanda. Ketiga pesawat itu adalah Douglas DC-3, dua unit DHC-3 “Otter”, dan satu unit DHC-2 “Beaver”.

Merpati lalu membuka penerbangan ke Irian Barat, Sumatera, dan Nusa Tenggara. Merpati kemudian juga mulai mengoperasikan tiga unit Dornier Do-28 dan enam unit Pilatus Porter PC-6.

Pada tahun 1966, Merpati mulai mengoperasikan tiga unit Pilatus Porter, terutama untuk dioperasikan di Irian Barat. Bertepatan dengan penyerahan Irian Barat, PBB juga memberi tiga unit DHC-3 Otter kepada Merpati.

Pada tahun 1967, Merpati dirasa dapat melayani rute perintis secara mandiri, sehingga pemerintah daerah mengurangi subsidi yang diberikan.

Pengurangan subsidi tersebut kemudian menimbulkan masalah keuangan, karena penerbangan komersial Merpati belum dapat menutup biaya operasional dari penerbangan perintis.

Pemerintah mengizinkan Merpati untuk membuka penerbangan jarak jauh, jarak menengah, dan jarak dekat, sehingga Merpati kemudian mulai mengoperasikan tujuh unit Douglas DC-3 untuk melayani bandara di Nusa Tenggara Timur yang ditinggalkan oleh Garuda.

Pada tahun 1972, Merpati mulai mengoperasikan dua unit Vickers Vanguard. Merpati lalu mulai terbang ke Kuala Lumpur dan Darwin.

Merpati kemudian mulai mengoperasikan pesawat terbang BAC-111 dan Boeing 707 untuk melayani penerbangan sewa internasional, antara lain dengan rute Denpasar-Manila dan Los Angeles-Denpasar hingga dihentikan pada tahun 1979.

Pada tahun 1978, pemerintah Indonesia menyerahkan semua saham perusahaan ini ke Garuda Indonesia,dan nama perusahaan ini kemudian diubah menjadi “PT Merpati Nusantara Airlines”.

Pada tanggal 25 Juni 1986, pada Indonesia Air Show (IAS) pertama yang digelar di bekas Bandara Kemayoran, Merpati meneken kontrak pembelian 15 unit CN-235 dari IPTN. Penyerahan CN-235 pertama dilakukan pada tahun 1986.

Merpati kemudian mendapat sejumlah pesawat terbang yang sebelumnya dioperasikan oleh Garuda Indonesia, antara lain enam unit F-28 Mk.3000, 22 unit F-28 Mk. 4000, dan sembilan unit DC-9.

Kondisi keuangan Merpati memburuk saat krisis finansial 1997. Semua saham perusahaan ini akhirnya diambil kembali oleh pemerintah Indonesia, menyandang status persero. Setelah melakukan sejumlah pembenahan, pada tahun 1999, diumumkan bahwa Merpati berhasil kembali mencatatkan laba operasi.

Pada tanggal 1 Februari 2014, Merpati resmi menangguhkan seluruh penerbangannya, karena adanya masalah keuangan yang bersumber dari berbagai utang. Merpati pun diperkirakan membutuhkan Rp7,2 triliun untuk dapat beroperasi kembali.

Pada tanggal 2 Juni 2022, perusahaan ini resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya. Dengan demikian, kewajiban Merpati kepada pihak ketiga, seperti pesangon kepada eks karyawan, akan diselesaikan dengan penjualan seluruh aset melalui mekanisme lelang. (INR)

Editor: Iman NR

Iman NR

Back to top button