Rajin Sholat Sunah Rawatib, Bakal Dibangunkan Rumah di Surga
Sholat sunah rawatib merupakan ibadah sholat sunnah yang mengiringi sholat fardhu. Sholat ini terdiri dari qabliyah atau yang dilakukan sebelum fardhu dan badiyah atau yang dilakukan setelah sholat fardhu.
Sholat sunah rawatib ini bisa dikerjakan sesuai kemampuan atau kesanggupan. Yang penting tetap berpegang pada ketetapan waktu pelaksanaannya.
Sholat rawatib terkait dengan Sholat Magrib, Isya dan Sholat Jumat, lebih afdol dilaksanakan di rumah. Itu jika masjid/surau tempat Sholat wajib berjamaah itu dilakukan letaknya dekat rumah.
Jika letaknya cukup jauh, atau misalnya di tempat kerja atau saat bepergian, tentu saja tidak perlu menunggu pulang ke rumah dulu, melainkan dikerjakan di masjid/mushala itu juga. Jika kita sedang bepergian, maka tidak disunnahkan Sholat sunnah rawatib kecuali Sholat sunat fajar dan witir (HR Bukhari-Muslim).
Dikutip dari web Muhammadiyah, Sholat sunnah rawatib ini dapat dibedakan atas dasar frekuensi pelaksanaannya oleh Nabi. Suri teladan yang diberikan selama beliau hidup menjadi rujukan bagaimana hal itu dikerjakan sekarang.
Dari situ membedakan apa yang disebut Sholat sunnah muakkadah (sangat intens dilaksanakan) dan ghairu muakkadah (tidak terlalu intens dilaksanakan Rasulullah SAW).
Pembedaan itu dapat dipahami sebagai kualifikasi tingkatan Sholat sunnah tersebut. Yang muakkadah berarti Sholat-Sholat tersebut nyaris mendekati Sholat wajib yang lima itu; yang ghairu mukkadah posisinya berada setingkat di bawahnya.
Berikut ini pengelompokan Sholat sunnah rawatib – sekadar untuk memudahkan dan memahami – yang didasarkan hadits yang menyebutkannya.
PILIHAN 1:
Sholat sunnah 10 rakaat yang mu’akadah berdasar HR Muslim dari Ibnu Umar, Nabi mencontohkan mengerjakan Sholat sunnah rawatib sebagai berikut:
Teks hadits dari Ibnu Umar itu bunyinya sebagai berikut:
“Saya jaga (amalan) dari Rasulullah 10 rakaat Sholat sunnah; yaitu: 2 rakaat sebelum Dzuhur dan 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah magrib dan 2 rakaat sesudah Isya, serta 2 rakaat sebelum Shubuh.” (Muttafaq alayh)
PILIHAN 2:
Sholat sunnah 12 rakaat yang mu’akadah berdasar HR at-Tirmidzi dari Ummu Habibah, istri Nabi. Beberapa hadits Nabi yang lain, yang menguatkan bilangan rakaat di atas, berbunyi sebagai berikut:
“Tidaklah seorang muslim mendirikan Sholat sunnah, ikhlas karena Allah, sebanyak 12 rakaat selain Sholat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim dari Ummu Habibah, isteri Nabi SAW, yang mengabarkan Rasulullah bersabda demikian itu).
“Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan Sholat sunnah 12 rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu 4 rakaat sebelum Dzuhur, 2 rakaat setelah Dzuhur, 2 rakaat setelah Maghrib, 2 rakaat setelah Isya`, dan 2 rakaat sebelum Subuh.” (HR. At-Tirmizi dan An-Nasai).
Dalam riwayat Muslim yang lain juga ditambahkan keterangan: “Adapun pada Sholat Maghrib, Isya, dan Jum’at, maka Rasulullah mengerjakan Sholat sunnahnya di rumah.”
Dalam pengungkapan redaksional yang lain, ada hadits yang menyebut 12 rakaat juga seharinya, digambarkan dalam Pilihan 3 di atas, yang menambah 2 rakaat sebelum Ashar tetapi tanpa menyebut 2 rakaat setelah Isya. Hadits riwayat Aisyah (dari Muslim, an-Nasai, Abu Dawud) dan Ali menceritakan bahwa Rasulullah biasa mengerjakan 2 rakaat sebelum Ashar itu (hadits hasan dari Abu Dawud dan at-Thabrani).
Waktu Tak Boleh Sholat
Penting dicatat bahwa ada waktu-waktu yang tidak diperbolehkan melakukan Sholat sunnah; yakni sesudah Sholat Shubuh dan sesudah Ashar.
Dasarnya adalah HR Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah dan Umar bin Khaththab: “Sesungguhnya Rasulullah melarang Sholat setelah Sholat Shubuh hingga terbit matahari dan setelah Sholat Ashar hingga terbenamnya matahari”.
Sholat sunnah rawatib sebelum Sholat wajib itu dilaksanakan setelah adzan dan sebelum iqamat. Sesuai yang dipraktekkan Nabi SAW, untuk Sholat-Sholat sunnah bakda Magrib, Isya dan Sholat Jumat, itu dilaksanakan di rumah.
Untuk Sholat sunnah rawatib 4 rakaat (bakda Dzuhur dan sebelum Ashar) tatacara pelaksanaannya dapat dengan 2-2 rakaat atau salam setiap rakaat; atau dengan dua kali duduk tasyahud (tahiyat) dengan sekali salam. Keduanya memiliki dasar hukum yang kuat. (Rosyadi)
Editor Iman NR